kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Banyak saham baru mentok Rp 50 gara-gara otoritas kejar setoran


Minggu, 15 Desember 2019 / 19:05 WIB
Banyak saham baru mentok Rp 50 gara-gara otoritas kejar setoran


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada 11 saham perusahaan yang baru melantai 2016-2019 yang telah masuk dalam kategori saham gocap alias mentok di harga terbawah Rp 50 per saham pada Jumat (13/12).

Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan, saham-saham yang bisa turun sampai level gocap alias Rp 50 per saham memang memiliki fundamental yang kurang baik. Menurut dia, perusahaan yang baru saja melantai dan sudah masuk saham gocap rata-rata merupakan perusahaan yang baru saja berdiri dan memiliki bisnis yang tidak jelas.

"Karena nama perusahaan juga kita baru dengar. Termasuk ini banyak yang turun perusahaan properti, sedangkan kita tahu properti sedang jelek, tidak hanya yang baru, tetapi juga perusahaan properti yang sudah ada seperti BSDE dan APLN kinerjanya masih turun," jelas Teguh kepada Kontan.co.id, Jumat (13/12).

Baca Juga: Ada 11 saham gocap, seperti apa kondisi keuangannya saat ini?

Kontan.co.id mencatat, empat perusahaan yang melantai pada tahun ini dan sudah masuk di saham gocap yaitu  PT Capri Nusa Satu Tbk (CPRI),  PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA), PT Hotel Fitra Tbk (FITT) dan PT Bhakti Agung Propertindo Tbk (BAPI). Saham tersebut rata-rata bergerak di sektor properti.

Ambil contoh, pada laporan keuangan kuartal III-2019 CPRI masih membukukan rugi bersih Rp 13,63 miliar, padahal perusahaan hanya membukukan pendapatan sebesar Rp 2,36 miliar. Selain itu, utang CPRI tercatat mencapai Rp 45,87 miliar dengan ekuitas sebesar Rp 194,05 miliar. Adapun kas dan setara kas perusahaan hanya Rp 5,09 miliar. 

Baca Juga: Berikut prospek 52 emiten yang IPO sepanjang tahun 2019

Bandingkan dengan kondisi keuangan kuartal III-2018 yang membukukan rugi bersih Rp 43,54 miliar dan mengantongi pendapatan Rp 1,42 miliar. Utang CPRI pada kuartal III-2018 tercatat mencapai Rp 32 miliar dengan ekuitas sebesar Rp 126,63 miliar. Adapun kas dan setara kas perusahaan tercatat 5,07 miliar.

"Memang properti sedang jelek, tetapi mereka bisa IPO, itu pertanyaannya," jelas Teguh.

Menurut Teguh, Bursa Efek Indonesia (BEI) banyak memberikan produk jelek. Sepanjang tahun ini sudah ada 52 perusahaan yang melantai dan masih ada beberapa perusahaan yang akan melantai di tahun ini. Apabila jumlah perusahaan yang melantai hingga akhir tahun lebih dari 54 maka jumlah ini menjadi rekor yang terbanyak.

"Padahal sebenarnya properti turun, batubara turun, sawit belum naik. Secara umum belum ada sektor yang menarik saat ini. Pokoknya sebanyak mungkin, siapapun yang mau IPO silakan," ujar Teguh.

BEI hanya dipenuhi oleh perusahaan dengan emisi kecil, ditambah lagi empat perusahaan sudah masuk saham gocap. Teguh melihat, hanya beberapa perusahaan yang memiliki fundamental bagus, perusahaan tersebut biasanya bergerak di bidang barang konsumer seperti PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF).

Baca Juga: BEI Mengadang Transaksi Nakal Saham-Saham di Papan Akselerasi

Untuk menghindari kondisi seperti ini, Teguh menyarankan investor untuk tetap menganalisa laporan keuangan dan melihat pergerakan sektor perusahaan. Selain itu, investor perlu waspada apabila harga saham yang baru saja IPO bisa naik berkali lipat. 

"Itu hati-hati sebenarnya cuma digoreng saja. Dan saham yang sekarang jeblok, juga naik terbang dulu lalu turun sampai gocap," ujar dia.

Sependapat dengan Teguh, Head of Capital Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga melihat adanya relaksasi yang dibuat oleh BEI sehingga banyak emiten yang tidak memiliki fundamental bagus tapi tetap bisa melantai. Hal ini menjadi salah satu pendorong saham yang baru saja melantai menjadi masuk dalam kategori saham gocap.

“Investor memang harus betul-betul menganalisa sendiri, harus paham dulu perusahaannya,” ujar Wawan menanggapi fenomena BEI yang cenderung mengejar kuantitas.

Baca Juga: Asabri: Investasi Tidak Bermasalah, Semua Sudah dikaji Internal

Namun, Wawan juga menekankan pada profil investor. Apabila investor senang berspekulasi untuk jangka pendek, investor bisa memanfaatkan karakteristik saham IPO yang harganya berpeluang terbang sebelum akhirnya turun. Dia menyebut perilaku investor dengan karakter ini sebagai seni trading. “Beberapa investor malah suka. Sepanjang tidak melanggar aturan dan tahu risiko masing-masing ya sudah,” ujar dia.

Associate Director Research & Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga menyarankan investor untuk kembali pada analisa fundamental tiap emiten, baik yang baru saja melantai ataupun yang sudah lama. "Perhatikan profil perusahaan, laporan keuangan secara fundamental dan produknya, itu saja," jelas Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×