Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rezim penyertaan modal negara (PMN) bagi emiten BUMN sudah berakhir. Kini, manajemen emiten plat merah perlu mengatur strategi demi menutup pendanaan, termasuk ekspansi di sektor infrastruktur, yang cukup besar.
Komodo Bonds menjadi salah satu instrumen pendanaan yang paling fresh. Komodo Bonds sejatinya tak berbeda jauh dengan obligasi konvensional lain. Yang membedakannya, instrumen ini menggunakan denominasi rupiah. "Komodo Bonds ini menarik," ungkap David Sutyanto, analis First Asia Capital kepada KONTAN, Rabu (18/10).
Komodo Bonds diterbitkan menggunakan denominasi rupiah. Sehingga, lanjut David, emiten setidaknya sudah mengurangi satu risiko, yakni fluktuasi kurs.
Bukan hanya menarik bagi penerbit, obligasi ini juga menarik bagi investornya. Bagi calon investor, sesuatu yang baru seharusnya menjadi lebih menarik. David menilai, kupon menjadi faktor utama yang menentukan surat utang itu bakal laku diserap pasar internasional atau tidak.
Pasalnya, rupiah bukan merupakan kurs kuat seperti dollar AS atau yuan Tiongkok. "Jadi, tinggi rendahnya kupon menentukan minat investor," imbuh dia.
Hal senada disampaikan Reza Priyambada, analis Binaartha Sekuritas. Kupon menjadi penentu. Obligasi negara bertenor 10 tahun bisa menjadi benchmark. "Selisih 5 basis point hingga 10 basis point di atas benchmark itu sudah menarik," ujar dia.
Sedikit gambaran, kupon obligasi negara bertenor 10 tahun di level 6,8% hingga 7%. Anggap kupon Komodo Bonds selisih 5 basis point, berarti sekitar 7,3%.
China sebelumnya telah menerbitkan obligasi serupa. Namanya Dim Sum Bonds. Kupon yang ditawarkan hanya 3,78%. Jadi, seharusnya Komodo Bonds bisa menjadi pertimbangan investor.
Selain Komodo Bonds, pemanfaatan aset korporasi juga bisa jadi pilihan. PT Jasa Marga Tbk (JSMR), misalnya, tercatat sebagai BUMN pionir pemenuhan dana melalui sekuritisasi aset.
David menyebutkan, sekuritisasi aset memiliki keunggulan bunga yang lebih rendah. Alhasil, hal ini akan membuat beban penerbitnya tidak terlalu besar.
Meski imbal hasilnya bisa lebih rendah dari obligasi, minat investor akan instrumen ini bisa dibilang tinggi. Sebab yang menjadi basis aset (underlying) adalah arus kas. "Yang disekurtisasi itu Tol Jagorawi. Tol ini tidak akan pernah sepi," jelas David.
Meski demikian, bukan berarti sekuritisasi aset melalui kontrak investasi kolektif tanpa kekurangan. Reza menilai, instrumen investasi ini tidak seluwes instrumen konvensional. "Hampir seperti sukuk, pasar untuk memperjualbelikan instrumennya terbatas," jelas dia.
Meski demikian, David menambahkan, setidaknya sumber pendanaan alternatif ini bakal membuka keran pendanaan baru selain yang sudah ada selama ini. Bukan hanya BUMN, swasta juga bisa mengikutinya, apalagi yang bergerak di sektor infrastruktur.
Dus, David memprediksi pendanaan baru semacam ini bakal ramai pada tahun depan. Aset bandara, pelabuhan, semuanya bisa disekuritisasi. "Aset yang memiliki kas keras bisa disekuritisasi," tandas David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News