Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jajaran bank besar berpesta menikmati pertumbuhan laba bersih jumbo sejak kuartal pertama 2022. Seiring dengan kemampuan bank menggejot kredit sehingga memanaskan pendapatan bunga bersih yang diimbangi dengan kenaikan pendapatan non bunga.
Tampaknya, bankir juga mulai percaya diri dengan pemulihan ekonomi dan terkendalinya pandemi Covid-19. Terlihat, bank BUKU 4 ini kompak mengurangi biaya pencadangannya sehingga mampu menadah laba yang lebih optimal.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) misalnya mulai mengurangi pencadangan 26,0% year on year (yoy) dari Rp 5,40 triliun menjadi Rp 4,00 triliun di kuartal 1-2022. Begitupun pada biaya pencadangan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 26,1% yoy dari Rp 4,87 triliun menjadi Rp 3,6 triliun di Maret 2022.
Tak sampai di situ, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga memangkas biaya pencadangan sebesar 26,6% yoy dari Rp 10,18 triliun menjadi Rp 7,47 triliun di tiga bulan pertama 2022.
Baca Juga: Harga Saham BBRI Dekati Rekor Tertinggi, Saatnya Jual atau Beli Lagi?
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga ikut menggunting biaya pencadangannya dengan penurunan relatif kecil sebesar 13,4% yoy dari Rp 3,25 triliun menjadi Rp 2,81 triliun.
Hanya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang menggerek biaya pencadangan sebesar naik 145,43% yoy dari Rp 320 miliar menjadi Rp 786 miliar di kuartal 1-2022.
Bank Mandiri misalnya, mencetak pertumbuhan laba bersih konsolidasi 69,52% year on year dari Rp 5,91 triliun menjadi Rp 10 triliun di sepanjang kuartal 1-2022.
“Kinerja bisnis yang baik tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan kredit yang secara konsolidasi sebesar 8,93% secara yoy mencapai Rp 1.072,9 triliun pada kuartal I 2022,” ujar Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi.
Sehingga pendapatan bunga melesat 17,11% menjadi Rp 20,47 triliun di tiga bulan pertama 2022. Seiring dengan itu, Bank Mandiri menurunkan biaya pencadangan 26,0% yoy dari Rp 5,4 triliun menjadi Rp 4,0 triliun.
Baca Juga: Saham Sejumlah Bank Besar Kompak Menguat, Begini Rekomendasi dari Analis
“Bank Mandiri memiliki 11 perusahaan anak yang mencatatkan laba bersih tumbuh 43% yoy sebesar Rp 1,84 triliun yang berkontribusi signifikan pada laba konsolidasi. Kami memiliki rencana penguatan modal bagi perusahaan anak termasuk bagi Bank Syariah Indonesia dan Mandiri Capital Indonesia,” paparnya.
Sedangkan Bank BNI berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih 63,2% yoy dari Rp 2,42 triliun menjadi 3,96 triliun hingga Maret 2022. Pencapaian laba bersih ini dihasilkan dari Pendapatan Operasional Sebelum Pencadangan (PPOP) yang tumbuh kuat 7,3% yoy menjadi Rp 8,5 triliun.
Kini, BNI menggandeng Sea Limited sebagai pemilik e-commerce Shopee dalam mengembangkan Bank Mayora yang baru saja rampung diakuisisi. BNI juga membatalkan rencana rights issue karena memilih melakukan penguatan modal secara organik mengandalkan kinerja laba pada kuartal mendatang.
Ekonom yang juga pakar keuangan dan pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai bankir sebaiknya jangan terlalu optimis dengan kondisi saat ini dengan memangkas biaya pencadangan. Lantaran, fundamental perbankan masih akan diuji secara ekonomi makro hingga masa relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 usai.
Lantaran, kinerja perbankan serta pergerakan sahamnya akan dipengaruhi oleh sentimen negatifnya yang datang dari tingginya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Ini bisa terjadi bila bank kekurangan pencadangan, melesatnya inflasi, dan masih belum normalnya pertumbuhan ekonomi riil ke level 5% riil seperti sebelum pandemi.
“Saham perbankan masih menarik, tapi harus dilihat price book to value-nya dulu beserta pertumbuhan ke depannya. Namun seharusnya relatif wajar harganya saat ini karena masih tahun relaksasi sehingga pertumbuhan kredit juga masih belum bisa tinggi,” ujar Budi kepada Kontan.co.id pada Rabu (27/4).
Baca Juga: Kinerja BRI (BBRI) Diramal Tumbuh Positif Tahun Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya
Ia menilai saham BBCA sudah sewajarnya tinggi. Namun bank yang masih bisa dihargai di bawah itu. Ia melihat BBRI akan menarik bila memiliki PBV 2,5 kali. Sedangkan untuk BMRI PBVnya paling tinggi 2 kali. Sedangkan untuk BBNI dan BBTN berkisar 1,5 kali.
Adapun Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Maximilianus Nico Demus menyatakan saham perbankan masih menarik untuk dikoleksi di saat pemulihan ekonomi terus berlangsung. Lantaran geliat aktivitas ekonomi membuat transaksi perbankan akan kembali meningkat.
Selain itu, ada sentimen kenaikan suku bunga yang akan terjadi pada tahun ini, sehingga pendapatan bunga perbankan akan ikut naik. Di sisi lain, gap antara penyaluran kredit dan dana pihak ketiga perbankan atau loan to deposit ratio (LDR) masih besar di kisaran 77%.
“Hal ini yang menyebabkan melimpahnya likuiditas perbankan yang disebabkan oleh selektifnya bank dalam melakukan penyaluran kredit untuk mengurangi risiko imbas pandemi. Dengan melihat situasi dan kondisi yang ada, kami melihat bank bank besar ini memiliki ruang untuk tumbuh apalagi didukung dengan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Meskipun ada ketidakpastian, namun kami yakin perbankan akan mampu melewati itu semua,” ujarnya kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Cetak Kinerja Apik, Simak Rekomendasi Saham Emiten Perbankan Berikut Ini
Oleh sebab itu, Pilarmas memasang target harga BBCA di level 8.400 dan 5.250 untuk saham BBRI. Sedangkan untuk target BBNI 9.200 sudah tercapai sehingga ia tengah menghitung ulang dengan ada potensi bisnis di masa yang akan datang.
Isabella Gunawidjaja, Research Analyst DBS Vickers Securities merekomendasikan beli untuk BMRI dengan target harga 8.600. Ia juga menyarankan untuk mengoleksi BBNI dengan target harga 10.700.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News