kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bagaimana outlook investasi di tahun pemilu?


Selasa, 28 Januari 2014 / 12:24 WIB
Bagaimana outlook investasi di tahun pemilu?
ILUSTRASI. Promo Tiket.com 7-14 Sept 2022, Dapatkan Diskon Hotel, Vila, & Apt Domestik s.d 50%


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tahun 2013 merupakan fase konsolidasi bagi perekonomian Indonesia. Defisit neraca perdagangan telah memberikan tekanan yang besar terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Rupiah keok hingga menembus Rp 12.000 per dollar AS.

Kemudian, kebijakan menaikkan suku bunga dan membiarkan pelemahan rupiah pun dilakukan. Hal ini untuk menekan impor. Kebijakan tersebut bisa berbuntut melambatnya pertumbuhan ekonomi dan menurunkan minat investasi perusahaan.

Hal ini akibat tingginya suku bunga dan mahalnya bahan baku impor. Ujung-ujungnya investor pasar modal menanggapi negatif kondisi ini. Diperkirakan, kondisi terburuk sudah terjadi di tahun lalu.

Neraca perdagangan diperkirakan akan membaik secara bertahap. Tingkat inflasi dan suku bunga diperkirakan akan turun di semester kedua tahun 2014. Faktor lain yang tak kalah penting adalah Pemilu 2014. Kebijakan-kebijakan pemerintah diharapkan akan lebih mengakomodasi kepentingan investor.

Pemimpin negara terpilih diharapkan bisa menarik kembali minat investor asing ke pasar domestik. Patut diingat, secara historis, pada tiga pemilu terakhir (1999, 2004, 2009), IHSG selalu membukukan kinerja positif yang signifikan, bahkan mencapai diatas 40%.  

Apakah kondisi itu akan berulang di tahun 2014 ini? "Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya, yaitu tetaplah berinvestasi," ujar Rheza Karyanto, Head of Investment, Bancassurance, and Treasury Product Commonwealth Bank.

Ia memberikan beberapa portofolio investasi yang bisa menjadi pilihan. Salah satunya adalah saham. Prospek investasi saham secara umum tergantung pada pertumbuhan laba perusahaan. Ada beberapa sektor perusahaan yang diproyeksikan mendapat keuntungan dalam kondisi ekonomi saat ini.

Pertama, kondisi melemahnya nilai tukar mata uang garuda terhadap dollar AS akan menguntungkan  perusahaan yang berorientasi ekspor dan menerima penghasilan dalam mata uang dollar AS. Misalnya,perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan dan perdagangan.  

Pilihan ke dua, adalah sektor konsumsi. Pasalnya, selama masa kampanye pemilu konsumsi domestik umumnya meningkat. Beberapa produk konsumsi yang akan terdongkrak diantaranya, media, percetakan, tekstil, makanan dan minuman, serta telekomunikasi.

Selain itu, sektor infrastrutktur juga dinilai Rheza masih akan cemerlang. Kebijakan pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur menjadi angin segar bagi perusahaan-perusahaan konstruksi dan perusahaan yang terkait.

Lalu, bagaimana dengan obligasi, termausuk obligasi ritel (ORI). Obligasi pemerintah menjadi instrumen investasi yang layak diakumulasi. Pasalnya, saat ini obligasi negara mampu menawarkan imbal hasil tinggi. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun masih berada di level yang menarik, sekitar 9% per tahun.

Adanya potensi gejolak dari tapering off di 2014 dan naiknya imbal hasil obligasi di AS akan menjadi sentimen negatif. Namun, Rheza meyakini, kondisi ini hanya terjadi dalam jangka pendek. Dalam jangka menengah, ia memperkirakan kepercayaan dan minat investor asing terhadap Indonesia akan kembali pulih.

Hal ini dibuktikan dari jumlah investasi investor asing di surat berharga pemerintah yang terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2013, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara meningkat 19,6% menjadi Rp. 323,65 Triliun atau sekitar 32,5% dari total nilai penerbitan.

Pilihan selanjutnya yang bisa dipertimbangkan adalah deposito. Investor bisa memanfaatkan momentum suku bunga tinggi dan persaingan antar bank untuk mempertahankan likuditas. Saat ini, BI Rate masih di level 7,5%  

Namun, Rheza mengingatkan,  investor harus selalu tetap berpegang pada rencana investasinya. Alokasi pada deposito sebaiknya digunakan untuk kebutuhan dana jangka pendek. Hal ini lantaran, secara perlahan-lahan perbankan akan mulai menurunkan kembali suku bunganya.  

"Jangan sampai terlena mengejar imbal hasil tinggi untuk jangka pendek, tetapi melewatkan kesempatan  imbal hasil yang jauh lebih menarik untuk jangka panjang, seperti pada Obligasi," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×