kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bagaimana nasib IHSG hari ini? Berikut sentimen yang pengaruhi perdagangan


Selasa, 24 Maret 2020 / 08:50 WIB
Bagaimana nasib IHSG hari ini? Berikut sentimen yang pengaruhi perdagangan
ILUSTRASI. Pegawai mengamati layar yang menampilkan halaman muka situs Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat (20/3/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat 89,52 poin atau 2,18 persen ke posisi 4.194,94 pada penutupan perdagangan Jumat akhir


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada perdagangan Senin (23/03), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 4,9% menjadi 3.989. Investor asing membukukan pembelian bersih sebesar Rp 36,7 miliar.

Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus memprediksi pelemahan masih akan berlanjut.

"Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak melemah dan ditradingkan pada level 3.833 -4.131," tulisnya dalam riset harian yang diterima Kontan, Selasa (23/3).

Baca Juga: Waspada, Krisis Ekonomi Sudah di Depan Mata

Pergerakan tersebut dipengaruhi oleh beberapa kejadian berikut:

Pertama, The Fed akan bertindak segera sementara kongres masih berdebat untuk memberikan paket stimulus senilai US$ 2 triliun. Apabila kongres terlalu lama untuk memutuskan kebijakan fiskal, maka The Fed tampaknya akan memutuskan untuk masuk ke dalam sektor riil.

Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa mereka akan mendukung pasar keuangan dengan menjaga kredit dapat mengalir dengan menawarkannya kepada perusahaan perusahaan di Amerika.

The Fed akan membeli obligasi Treasury dan Sekuritas yang akan mendukung hipotek dalam jumlah tak terbatas untuk menjaga biaya pinjaman untuk tetap berada di level terendah dan memastikan bahwa pasar tetap berfungsi dengan baik.

Sementara itu usaha The Fed  menurunkan tingkat suku bunga saat ini kurang efektif untuk menstimulus perekonomian melalui kredit, karena banyak orang yang diminta untuk berada dirumah, sehingga tidak ada yang dapat menjalankan bisnis.

Kedua, setelah India, kali ini giliran Inggris yang melakukan lockdown terkait dengan situasi dan kondisi darurat saat ini.

Baca Juga: Cetak Rekor Baru, Harga Emas Antam Menuju Rp 900.000

Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan bahwa dirinya akan melakukan pembatasan paling dramatis sepanjang sejarah dan akan mulai melakukan sweeping terkait dengan aktivitas masyarakat di sana.

Saat ini Johnson terus meyakinkan masyarakat untuk tetap tinggal di rumah dan berhenti untuk bersosialisasi, karena hal tersebut yang akan menyelamatkan mereka untuk saat ini.

Sejauh ini Inggris telah menyiapkan paket darurat berupa pinjaman dan hibah sebesar 350 miliar pound atau US$ 405 miliar untuk bisnis yang menghadapi goncangan dan jumlah uang tunai yang tidak terbatas untuk mendukung gaji para pekerja.

Ketiga, IMF mengatakan bahwa mereka melihat potensi resesi global yang akan terjadi tahun ini yang kemungkinan akan sedalam seperti krisis keuangan satu dekade yang lalu.

Sejauh ini sudah hampir 80 negara yang meminta bantuan IMF untuk mendapatkan bantuan keuangan darurat. Kristalina Georgieva mengatakan bahwa dana tersebut sangat mendukung stimulus fiskal yang akan diambil oleh sejumlah Negara dan mendorong langkah pelonggaran yang akan dilakukan oleh bank Sentral.

Institute of International Finance juga mengatakan bahwa mereka memproyeksikan ekonomi akan terkontraksi sebanyak 1,5% terhadap ekonomi global tahun ini, dengan ekonomi akan menyusut sebanyak 3.3%.

IMF akan bekerja sama dengan lembaga keuangan international lainnya, dan siap untuk mengerahkan semua kapasitas pinjaman senilai US$ 1 triliun.

Baca Juga: IHSG ke bawah 4.000, daftar saham emiten big cap semakin berkurang

Keempat, indeks India bergoyang tatkala menghadapi virus corona. Indeks saham India pada akhirnya membukukan penurunan terburuk akibat lockdown yang telah dilakukan. Indeks Sensex S&P BSE ambyar 13% menjadi 25.981.

Hal ini merupakan penurunan yang terdalam sejak tahun 1979, sementara itu NSE Nifty 50 Index juga turun dengan nilai yang sama.

Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan bahwa diberlakukannya lockdown akan membuat ekonomi India mengalami perlambatan yang terendah dalam kurun waktu 11 tahun terakhir.

Regulator pasar mulai menaikkan persyaratan untuk melakukan margin dan membatasi eksposur derivative. Hal ini dilakukan untuk menjaga para pelaku pasar untuk melakukan hal yang lebih agresif kembali.

Bank Sentral India sejauh ini masih menahan diri untuk memangkas tingkat suku bunga. Alih-alih memangkas tingkat suku bunga, Pemerintah India malah mempertimbangkan untuk menawarkan persyaratan pembayaran pinjaman yang lebih mudah dan memberikan keringanan dalam pembayaran pajak untuk perusahaan-perusahaan dalam skala kecil.

Tidak hanya itu saja, Bank Sentral India juga akan menambah 1 triliun Rupee uang tunai dalam system perbankan sebagai langkah awal untuk menjaga likuiditas.

Baca Juga: Kurs Rupiah Menguji Level Support 17.000

Namun apa yang dilakukan oleh India, masih membuat investor asing melakukan capital outflow dengan nilai US$ 12,5 miliar baik dalam bentuk saham maupun obligasi.

Kelima, di saat dalam pusaran wabah virus corona yang menyebar ke seluruh dunia, lembaga S&P Global Ratings menyikapi dampak dari pandemi Covid-19 untuk kawasan Asia Pasifik S&P Global Ratings memproyeksikan pandemi Covid-19 akan menelan biaya total US$ 620 miliar dan kerugian pendapatan permanen untuk ekonomi Asia-Pasifik.

Dalam kajiannya mengungkapkan kerugian akan terdistribusi di seluruh sovereign, bank, perusahaan, dan neraca rumah tangga. Tingkat pertumbuhan rata-rata kawasan itu akan menjadi 2,7%.

S&P juga memperkirakan kontraksi ekonomi di Singapura, Hong Kong, Korsel ketika adanya deflasi baru di Jepang. GDP China diperkirakan akan melambat menjadi 2,9% di 2020.

Keenam, di tengah penyebaran virus corona saat ini yang kami cemaskan adalah ketertarikan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Sejauh ini pemerintah telah memotong beberapa izin yang dinilai menjadi masalah penghambat aliran modal asing untuk berinvestasi di Indonesia. Oleh karena itu, Presiden melalui BKPM mencoba menyederhanakan birokrasi guna menjadikan Indonesia menarik bagi investor asing.

Baca Juga: Saham Tetap Lembek Meski Banyak Janji Buyback

Hingga saat ini, BKPM telah mencatatkan ada peningkatan permohonan perizinan sebesar 17,6% sehingga per 2 Maret hingga 18 Maret 2020 tercatat permohonan perizinan yang masuk mencapai 240.178 perizinan berusaha.

Secara khusus, BKPM mencatat permohonan nomor induk berusaha (NIB) meningkat 18,99% dari 39.618 NIB pada periode sebelumnya menjadi 47.144 NIB pasca pernyataan resmi Presiden Jokowi.

"Tentunya kami berharap pada pemerintah saat ini dapat menyelesaikan permasalahan yang tengah terjadi, sehingga dengan adanya perizinan usaha yang masuk saat ini dapat menguatkan fundamental dalam negeri yang juga berdampak langsung pada bertambahnya lapangan pekerjaan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×