Reporter: Olfi Fitri Hasanah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ketidakpastian global masih bergulir hingga saat ini. Terakhir, pasar lagi-lagi dibuat menunggu. Pasalnya, pengumuman kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Standards and Poors (S&P) yang semestinya dilaksanakan Selasa (16/5) lalu, kembali ditunda.
Padahal, kenaikan peringkat Indonesia menjadi investment grade disebut-sebut menjadi angin segar bagi pasar agar dapat lebih menarik bagi investor, khususnya investor asing. Ditambah lagi, pasca Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menjalankan jabatan.
Kebijakan-kebijakannya menimbulkan kekhawatiran pasar, di antaranya ketegangan geopolitik di Timur Tengah setelah peluncuran rudal pada April lalu. Dilanjutkan dengan uji coba nuklir dari Korea Utara pada akhir pekan lalu sebagai respon terhadap AS.
Tak berhenti di situ, rencana Trump terkait reformasi pajak yang akan memangkas pajak korporasi menjadi 15% pun sesungguhnya tengah dinanti pasar. Diiringi pula dengan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang direncanakan pada bulan Juni mendatang.
Di tengah ketidakpastian yang menyelimuti pasar, para manajer investasi pun harus pintar-pintar mengatur strategi komposisi portofolio yang dikelolanya.
Direktur Avristt Asset Management Hanif Mantiq faktor global yang bersumber dari rencana-rencana besutan Trump tidak lantas mengganggu pasar investasi di Indonesia sepanjang tahun ini. Menurutnya, dampak kebijakan tersebut bersifat jangka panjang.
“Imbas dari kebijakan yang jadi sentimen global seperti realisasi rencana-rencana Presiden AS baru akan terasa sekitar dua atau tiga tahun ke depan,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (18/5).
Namun, ia tidak menampik adanya revisi alokasi porsi portofolio. Ia menggambarkan, pada produk-produk reksadana campuran ada pengurangan porsi di obligasi pemerintah dan dialihkan ke obligasi korporasi. Begitu pun dengan produk pasar uang, yang semula 80% portofolio deposito, perlahan dialihkan ke obligasi korporasi bertenor satu tahun karena imbal hasil deposito terbilang kecil.
Seperti diterapkan di salah satu produknya yang berbasis obligasi pemerintah, sebelumnya memiliki portofolio 100% di surat utang pemerintah. “Saat ini dikombinasikan dengan instrumen lain, sekitar 25% di BUMN sektor infrastruktur,” tambahnya.
Penyusunan ulang racikan portofolio tersebut dilakukan ketika memasuki kuartal II-2017. Mengingat, imbal hasil surat utang pemerintah cukup tinggi dan memicu aksi ambil untung atau taking profit oleh para investor.
Selain itu, untuk portofolio saham pun ia mengaku adanya pengurangan porsi yang diterapkan oleh Avrist Asset Management. Sebelumnya, instrumen saham memegang sekitar 75% dari keseluruhan portofolio. “Saat ini portofolio instrumen saham kita turunkan jadi sekitar 50% saja, tidak terbilang banyak sebenarnya,” jelas Hanif.
Ia melanjutkan, sekalipun terjadi penundaan kenaikan peringkat dari S&P, pasar tetap optimistis kenaikan rating akan tetap terealisasi tahun ini. Sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan dari sentimen tersebut.
Hanif bilang, pasar investasi di Indonesia tetap menarik bagi Indonesia sampai saat ini. Buktinya, hari ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak positif berbanding terbalik dengan penurunan indeks saham Dow Jones yang melemah cukup dalam sebesar 373 poin.
“Ini menunjukkan imunitas pasar di Indonesia sekarang terhadap gejolak-gejolak global, sehingga investor asing masih percaya diri,” tegasnya.
Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, arus dana yang masuk (net inflow) asing ke surat utang Indonesia menunjukkan tren kenaikan hingga April 2017.
Secara year to date (ytd) hingga 28 April 2017, total net inflow asing ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 80,01 triliun atau bertumbuh sekitar 12,02%. Meskipun, memasuki bulan Mei net inflow asing melambat jadi sebesar 10,77% ytd atau senilai Rp 71,74 triliun.
“Tak hanya itu, di pasar saham pun investasi asing tercatat net buy hampir Rp 30 triliun sepanjang tahun ini,” sambungnya.
Di samping instrumen saham, deposito, surat utang, dan infrastruktur, Avristt Asset Manegement pun tetap menjaga portofolio komoditas, terutama batubara dalam porsi kecil hanya sekitar 5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News