Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Regulasi transaksi gadai saham alias repurchase agreement (repo) diperketat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mengeluarkan ketentuan terkait mekanisme dan kewajiban pelaporan transaksi repo.
Noor Rachman, Deputi Komisioner bidang Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan, pihaknya telah merilis aturan main terkait transaksi repo. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan.
Aturan ini mengacu pada praktik yang berlaku secara internasional. Selain itu, juga memberikan kepastian hukum bagi lembaga jasa keuangan yang melakukan transaksi repo.
Seluruh lembaga jasa keuangan yang melakukan transaksi repo atas efek tanpa warkat yang diatur dan diawasi OJK serta terdaftar pada dan penyelesaiannya dilakukan lewat Bank Indonesia (BI) dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian wajib tunduk atas aturan ini.
Adapun, pedoman Repurchase Agreement Dengan Menggunakan GMRA Indonesia Annex mengatakan, pihak yang dibolehkan melakukan repo atau reverse repo adalah lembaga jasa keuangan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lembaga keuangan ini termasuk lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan bisnis di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, maupun lembaga pembiayaan.
Sejatinya, transaksi repo dan reverse repo ini mengacu pada ketentuan yang diatur secara global, yaitu Global Master Repurchase Agreement (GMRA). Sementara itu, lembaga jasa keuangan yang melakukan transaksi repo dan reverse repo dengan lembaga negara dalam rangka pelaksanaan operasi moneter dan fiskal dikecualikan dari aturan itu.
Begitu pula dengan lembaga keuangan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Pada POJK ini juga diatur mengenai perubahan kepemilikan atas efek dan wajib dibuat berdasarkan perjanjian tertulis atas semua transaksi repo.
Ini artinya, siapa pun yang memegang efek yang digadaikan, otomatis ia akan menjadi pemilik efek yang tercatat. Selama ini, efek repo tetap menjadi pemilik awal kendati efek itu sudah dijaminkan kepada pihak lain.
Sehingga, sering terjadi sengketa ketika terjadi gagal bayar (default). Penyelesaiannya pun didasarkan pada kesepakatan pihak yang bersengketa. Tidak jarang, sengketa ini diselesaikan di pengadilan.
Pada aturan ini, ketika gagal bayar terjadi, maka transaksi repo dan reverse repo masuk kategori transaksi jual beli putus (outright). Tetapi, pihak yang dinyatakan gagal harus menyelesaikan segala kewajibannya.
Oleh karena itu, lembaga keuangan yang melakukan transaksi ini harus memiliki ketersediaan efek dan/atau dana yang akan digunakan untuk penyelesaian transaksi. Peraturan ini berlaku efektif mulai 1 Januari 2016.
Selain OJK, KSEI juga akan mewajibkan para pihak yang melakukan transaksi repo melakukan pelaporan. Margaret Mutiara Tang, Direktur Utama KSEI mengatakan, nantinya sistem pada C-Best di KSEI akan membedakan mana transaksi repo mana yang transaksi reguler.
"Akan ketahuan juga kapan jatuh tempo repo yang ditransaksikan," ujarnya, Jumat (10/6).
Informasi saja, repo merupakan transaksi jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan, reverse repo kebalikannya, yakni transaksi beli efek dengan janji jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News