Reporter: Riska Rahman | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara yang terus meningkat sejak semester kedua tahun lalu menyebabkan PLN harus menanggung beban tambahan besar. Demi menjaga harga listrik tetap stabil, pemerintah mengatur strategi dengan menyiapkan beleid soal penetapan harga jual batubara untuk keperluan domestik, terutama untuk keperluan listrik.
Rencananya, Kamis (15/2), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerbitkan surat keputusan Menteri ESDM soal batas atas dan batas bawah harga batubara untuk kepentingan pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), terutama untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Peraturan ini bertujuan untuk menghindari kenaikan tarif listrik.
Terkait harga tersebut, PLN mengusulkan harga batas bawah batubara berada di level US$ 60 per ton, sementara batas atas berada di level US$ 70 per ton. Harga tersebut dianggap masih masuk ke rentang biaya produksi PLN yang bisa membuat tarif listrik terjaga tetap stabil di tengah kenaikan harga batubara.
Namun, aturan ini berpotensi membuat emiten batubara justru merugi. Jika aturan ini ditetapkan, pendapatan emiten batubara seperti PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) bisa terpangkas, lantaran harga jual yang berbeda jauh dengan harga di pasar global yang saat ini berkisar US$ 96-US$ 98,25 per ton.
Pendapatan PTBA berpotensi terpangkas cukup banyak. Pasalnya, jumlah penjualan ke PLN mendominasi total penjualan anak usaha holding pertambangan ini. "Sebanyak 56,6% dari total penjualan PTBA di tahun ini diperoleh dari hasil penjualan ke PLN Group," ujar Sekretaris Perusahaan PTBA Suherman, Rabu (14/2).
Mengutip laporan keuangan PTBA di kuartal III-2017, total penjualan batubara ke PLN mencapai Rp 4,72 triliun.
Pendapatan ADRO juga berpotensi menyusut jika peraturan ini disahkan. Meski tak menyebutkan total produksi batubara ADRO yang dipasok untuk PLN, Head of Corporate Communications ADRO Febriati Nadira mengatakan, sekitar 20% dari total volume penjualan ADRO selama tahun lalu dipasok untuk pasar domestik.
Berdasarkan laporan aktivitas kuartalan ADRO, emiten pertambangan batubara ini mencatat total volume penjualan pada 2017 lalu mencapai 51,82 juta ton. Sehingga pendapatan ADRO pada tahun ini berpotensi terpangkas sekitar US$ 621,84 juta hingga US$ 725,48 juta jika diberlakukannya aturan harga DMO batubara.
Tak hanya PTBA dan ADRO saja yang terkena dampak peraturan ini. Emiten batubara lain seperti PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) juga berpotensi terimbas dampak pemberlakuan aturan DMO. Sebab menurut laporan keuangan kuartal ketiga tahun lalu, BSSR memperoleh penjualan sebesar US$ 31,59 juta alias 10,89% dari total penjualan di periode tersebut dari perusahaan PLTU PT Lestari Banten Energi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News