Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mata uang Rupiah dalam jangka pendek masih akan dibayangi ketidakpastian seputar kebijakan Trump. Aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang akan berlaku 1 Maret 2025 diharapkan memperkuat fundamental rupiah.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai, rupiah masih dipenuhi ketidakpastian oleh faktor eksternal terutama kebijakan Presiden AS, Donald Trump. Bukan hanya soal tarif, isu mengenai perang Ukraina, Timur Tengah hingga ambisi Trump menguasai Greenland telah menimbulkan gejolak di pasar.
‘’Prospek Rupiah dan mata uang lainnya akan ditentukan bagaimana arah kebijakan Trump dan seberapa agresif untuk mencapai hal yang diinginkannya,’’ kata Lukman kepada Kontan.co.id, Senin (17/2).
Seperti diketahui, Trump berencana akan segera menerapkan tarif yang tertunda pada Meksiko dan Kanada pada 4 Maret 2025. Tak hanya itu, Trump masih membuka peluang untuk penerapan tarif impor bagi negara-negara yang dianggap merugikan AS.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat Hari Ini (17/2), Simak Sentimennya
Presiden AS terpilih ini juga memiliki niatan untuk menguasai Greenland, Terusan Panama hingga Kanada. Ambisi Trump untuk menguasai wilayah tersebut yakni bertujuan memperkuat keamanan nasional.
Sementara itu, Lukman memandang bahwa data ekonomi domestik juga belum bagus seperti data neraca perdagangan yang dirilis hari ini, Senin (17/2). Meski kembali surplus US$ 3,45 miliar di bulan Januari 2025, namun impor terpantau jauh lebih kecil dari harapan. Begitu juga dengan ekspor yang lebih rendah dari harapan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pada Januari 2025 mencapai US$ 21,45 miliar, turun 8,56% dibandingkan posisi Desember 2024. Sedangkan impor turun lebih dalam mencapai 15,8% menjadi US$ 18 miliar.
Menurut Lukman, rupiah mungkin bisa lebih kuat jika aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) mulai berlaku pada 1 Maret 2025 mendatang. Aturan DHE ditingkatkan menjadi 100% dengan jangka diperpanjang menjadi satu tahun pada gilirannya dapat mendorong cadangan Devisa (DHE) dan berefek positif untuk nilai tukar.
Di samping itu, perlu intervensi dari Bank Indonesia (BI) untuk menguatkan nilai tukar rupiah melalui kebijakan suku bunga yang ditingkatkan. Namun, mengerek suku bunga tidak ideal dilakukan saat kondisi ekonomi tengah lesu.
Lukman berujar, BI mungkin akan terus mendorong penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk menarik arus masuk (inflow) ke pasar modal tanah air. Hanya saja, efektif atau tidaknya instrumen ini diserap sangat tergantung minat investor asing.
‘’Walau cenderung tertekan, BI akan terus intervensi. Dan dengan cadangan devisa yang didukung oleh PP DHE, maka rupiah diperkirakan masih akan di bawah Rp 17.000 per dolar AS,’’ jelasnya.
Di lain sisi, Lukman berharap dolar AS melemah seiring adanya potensi damai antara Ukraina dan Rusia, serta kebijakan Trump yang lebih halus yang dapat menciptakan sentimen risk-on di pasar.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, sentimen risk-on tengah meningkat di kawasan Asia saat ini dipicu data penjualan ritel AS yang terkontraksi. Alhasil, rupiah terpantau menguat 0,14% secara harian ke level Rp 16.228 per dolar AS di Senin (17/2).
Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 16.228 Per Dolar AS Pada Hari Ini (17/2)
Departemen Perdagangan AS melalui Biro Sensus melaporkan pada Jumat (14/2) bahwa penjualan ritel turun 0,9% bulan lalu, setelah mengalami revisi kenaikan sebesar 0,7% pada Desember. Angka tersebut jauh lebih buruk dari konsensus yang memperkirakan penurunan 0,1%.
‘’Kontraksi data penjualan ritel meningkatkan peluang pemotongan suku bunga yang lebih agresif, sehingga menurunkan permintaan Dolar AS secara global,’’ ungkap Josua kepada Kontan.co.id, Senin (17/2).
Selain itu, Josua mencermati bahwa apresiasi rupiah berkat pengumuman dari penerapan kebijakan Devisa Hasil Ekspor. Aturan DHE akan mewajibkan eksportir menahan devisa hasil ekspornya 100% di Indonesia.
Kabar terbaru menunjukkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 2025, soal kebijakan DHE tersebut, Senin (17/2). Prabowo berharap aturan DHE memperkuat Cadangan Devisa Indonesia.
Dalam aturan baru ini, penempatan DHE dalam sistem keuangan dalam negeri akan diperpanjang dari minimal 3 bulan menjadi 1 tahun. Kemudian persentase retensi bagi eksportir menyimpan DHE SDA akan dinaikkan dari paling sedikit 30% menjadi 100%.
‘’Aturan DHE ini diharapkan akan mendorong peningkatan cadangan devisa Indonesia, yang pada gilirannya mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah,’’ tutur Josua.
Josua memproyeksi, pergerakan rupiah selanjutnya akan datar (sideways) sejalan dengan investor menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu (19/2). Di hari Selasa (18/2), rupiah kemungkinan akan diperdagangkan di rentang Rp 16.175 - Rp 16.275 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News