Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia menjadi incaran investor asing di awal tahun ini. Hingga 11 Februari 2016, asing telah membukukan net buy sebesar Rp 30,87 triliun secara year to date (ytd).
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, kepemilikan asing telah mencapai Rp 589, 39 triliun, naik dibanding akhir Desember 2015, sebesar Rp 558,52 triliun.
Kenaikan terjadi pada surat utang negara (SUN), yang bertambah dari Rp 550,38 triliun pada Desember 2015 menjadi Rp 577,91 triliun. Kepemilikan pemodal asing di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara juga naik, dari Rp 8,14 triliun menjadi Rp 11,47 triliun.
Masuknya asing menyebabkan pasar obligasi bullish. Indonesia Composite Bond Index (ICBI) menguat 9,2 poin atau 5,02% ytd ke 192,48 di 12 Februari 2016. Harga obligasi yang ditunjukkan oleh INDOBeX Composite Clean Price juga naik 4,25 poin atau 4,06% ke level 109,10.
Sedangkan yield yang ditunjukkan oleh INDOBeX Composite Effective Yield turun 0,7 poin atau 8,18% pada periode sama menjadi 8,17.
Head of Fixed Income Indomitra Securities Maximilianus Nico Demus mengatakan, meski terbilang tinggi, masuknya dana asing lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 40,21 triliun.
Menurut dia, masuknya asing awal tahun ini dipengaruhi oleh tertundanya kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), tingginya volatilitas di pasar keuangan, serta ketidakpastian ekonomi.
Di dalam negeri, ekonomi domestik mulai membaik dengan menguatnya nilai tukar rupiah. Angka produk domestik bruto juga membaik di atas prediksi para analis. Ini didorong oleh sentimen pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate.
Peluncuran paket kebijakan X terkait foreign direct investment (FDI) juga bakal mendorong industri dalam negeri.
Analis Infovesta Utama Mark Prawirodidjojo menambahkan, perlambatan pertumbuhan ekonomi global mengakibatkan Indonesia semakin menarik. Kebijakan suku bunga acuan rendah di negara-negara maju juga membuat suku bunga acuan negara berkembang menjadi menarik.
"Suku bunga acuan negara berkembang yang relatif lebih tinggi menjadi menarik walaupun memperhitungkan tingkat inflasi," tutur Mark.
Mulai terbatas
Nico memperkirakan, aliran dana asing ke pasar obligasi mulai terbatas. Investor asing saat ini fokus terhadap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diprediksi kembali mencukur BI rate, pekan ini.
"Bila BI rate benar dipotong, pasar obligasi tentu akan lebih menguat di bandingkan saat ini," ujar dia. Analisis Nico, sepanjang tahun ini investor asing akan masuk ke pasar obligasi secara bertahap.
"Namun, kenaikan dana asing tidak akan lebih besar dibandingkan realisasi tahun lalu karena masih pesimis terhadap pertumbuhan ekonomi dunia," ujar dia.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto memperkirakan, return obligasi pemerintah tahun ini berpotensi lebih dari 13%.
Asumsi tersebut mempertimbangkan ekspektasi yield US Treasury 10 tahun sebesar 2,7%, BI rate menurun ke level 7%, inflasi di 4,5%, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di kisaran Rp 14.300, credit default swap (CDS) di 175 dan yield SUN 10 tahun 7,89% di akhir tahun.
"Return itu menghitung capital gain dan pendapatan bunga kupon obligasi," tutur Handy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News