Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Total aset pada efek saham dan obligasi di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) naik signifikan. Kepemilikan saham masih didominasi investor asing, sementara kepemilikan obligasi didominasi oleh investor lokal.
Hingga Juli 2012, aset yang dikelola KSEI meningkat 5,89% menjadi Rp 2.542,89 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang sebesar Rp 2.401,39 triliun.
Direktur Utama KSEI, Ananta Wiyogo, mengatakan, dari jumlah itu, efek saham masih mencatatkan aset terbesar dari total nilai yakni sebesar Rp 2.331,17 triliun. Itu sama saja meningkat sebesar Rp 108 miliar dibandingkanjumlah efek saham pada periode yang sama di tahun lalu.
Investor asing terlihat masih mendominasi jumlah aset saham di KSEI, meski saham dari investor lokal juga meningkat. Kepemilikan saham investor lokal naik sebesar 13,03%, dari Rp 845,76 triliun pada 29 Juli 2012 menjadi Rp 955,96 triliun di akhir Juli 2012.
Dominasi lokal di pasar saham juga naik menjadi 41%. Sementara, kepemilikan asing di saham sebesar Rp 1.375 triliun atau 59%.
Di pasar obligasi, KSEI mencatat, total aset obligasi korporasi dan sukuk juga meningkat cukup pesat. Pada Juli 2012, obligasi korporasi mengalami kenaikan aset sebesar Rp 34,644 triliun menjadi Rp 163,827 triliun year on year (yoy).
Sementara, sukuk korporasi mencapai Rp 6,579 triliun dan aset obligasi pemerintah sebesar Rp 9,083 triliun.
Dari segi kepemilikan, investor domestik lebih mendominasi. Kepemilikan investor lokal di obligasi korporasi dan sukuk mencapai Rp 161,07 triliun. Itu sama saja meningkat 25,52% dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.
Pengamat pasar modal Imam M.S, mengatakan, investor domestik memang mencari penempatan aset yang memberikan keuntungan lebih menarik. Oleh karena itu, obligasi korporasi dan sukuk yang relatif memberikan kupon lebih tinggi menjadi lebih dilirik.
Bukan cuma itu, surat utang jangka pendek atau medium term notes (MTN) juga mengalami peningkatan aset menjadi Rp 17,339 triliun yoy. Instrumen ini lebih riskan dibanding obligasi pemerintah. "Namun, return yang lebih tinggi membuat MTN menjadi lebih menggiurkan," ujar Imam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News