Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan kebijakan pemerintah Indonesia di sektor ekonomi makro berdampak besar pada prospek saham ke depan. Maklum perubahan kebijakan ekonomi makro akan berdampak pada pergerakan rupiah.
Analis Maybank Sekuritas Indonesia Jeffrosenberg Chenlim dalam riset pada 7 Oktober 2025 menjelaskan, pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia kini lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi ketimbang menjaga stabilitas. Contohnya, Kementerian Keuangan memutuskan menambah uang ke sistem perbankan dan memperbesar target defisit anggaran di tahun 2026. Tujuannya jelas mendorong pertumbuhan ekonomi meski harus menambah utang dan mengedarkan lebih banyak rupiah.
Dampaknya, pemerintah harus menerbitkan lebih banyak surat utang (obligasi), dan ini membuat ketergantungan terhadap investor asing makin besar. Namun yang terjadi saat ini, investor asing justru mulai menarik dana dari obligasi pemerintah. Selama Oktober asing telah menarik dana dari pasar surat utang Rp38,3 triliun dan dari pasar saham sepanjang tahun sudah keluar Rp 45,6 triliun. Ini menandakan minat terhadap aset Indonesia mulai menurun.
Baca Juga: Maybank Sekuritas Proyeksi BI Akan Pangkas 50 Bps Lagi Tahun Ini dan 75 Bps di 2026
Sementara itu, bunga obligasi AS masih tinggi, jadi obligasi Indonesia kalah menarik. "Dengan situasi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kemungkinan akan melemah dalam waktu dekat, walau bukan karena krisis, tapi karena investor menyesuaikan portofolio mereka," ujar Jeffronsenberg.
Sejatinya pelemahan rupiah justru jadi kabar baik untuk sektor-sektor yang menghasilkan ekspor, terutama tambang, perkebunan, dan energi. "Perusahaan yang pendapatannya dalam dolar AS akan mendapat keuntungan," pendapat Jeffronsberg.
Di sektor logam, saham seperti MDKA, BRMS, INCO, dan ANTM akan diuntungkan karena hasil tambangnya dijual dalam dolar. Sementara saham sektor batu bara seperti PTBA, ITMG, dan ADRO juga diuntungkan karena penjualannya dalam dollar AS. Sedangkan UNTR tidak terlalu terpengaruh karena pendapatannya beragam.
Perusahaan minyak dan gas seperti MEDC juga akan mendapat untung karena penguatan dollar AS.
Di sektor sawit (CPO), perusahaan seperti AALI, LSIP, dan SIMP juga akan diuntungkan karena ekspornya dalam dolar, sedangkan biaya produksinya seperti tenaga kerja dan pupuk dalam rupiah. "Ini meningkatkan profitabilitas dan daya saing saat nilai tukarnya melemah," papar Jeffronsberg.
Singkatnya, saat rupiah melemah, perusahaan-perusahaan yang ekspor komoditas bisa tetap untung dan bahkan bisa bagi dividen lebih besar. "Para eksportir komoditas relatif menjadi pemenang karena menawarkan ketahanan pendapatan dan potensi peningkatan dividen," pendapat Jeffronsberg.
Sementara sektor yang sangat bergantung pada bahan baku impor atau memiliki liabilitas dalam dollar AS akan menjadi emiten yang paling rentan terhadap pelemahan rupiah. Sektor consumer staples (kebutuhan pokok) menjadi yang paling tertekan karena bahan baku utama seperti gandum, gula, susu, kakao, dan bahan farmasi aktif (API) sebagian besar dibayar dalam dollar AS dan menyumbang 30%–70% dari biaya pokok penjualan (COGS).
Baca Juga: Ini Strategi Maybank Indonesia Dongkrak Kredit UKM
Menurut hitungan Maybank Sekuritas, analisis sensitivitas menunjukkan EPS sektor consumer staples pada tahun 2025 dapat terkontraksi sebesar 2%–6% untuk setiap pelemahan 1% rupiah. Perusahaan seperti ICBP dan INDF paling berisiko karena eksposur utang dollar AS yang tinggi, masing-masing sebesar 95% dan 73% dari total utang. KLBF dan MYOR juga rentan karena ketergantungan terhadap bahan baku impor, sedangkan KEJU relatif kurang terdampak tetapi tetap menghadapi tekanan biaya secara tidak langsung.
Adapun sektor consumer discretionary, perusahaan ritel seperti MAPA dan MAPI juga menjadi emiten yang sangat terpapar jika rupiah melemah. Pasalnya, 75%–80% biaya merchandise mereka diselesaikan dalam dollar AS, dengan lindung nilai (hedging) yang hanya sebagian. Sementara itu, ACES telah mulai melakukan diversifikasi pembayaran dalam yuan, tetapi basis biayanya masih sangat sensitif terhadap fluktuasi nilai tukar.
Pergeseran kebijakan fiskal dan moneter Indonesia ke arah pro-pertumbuhan membuka peluang di sektor-sektor berbasis ekspor, meski menimbulkan tekanan nilai tukar dan menantang sektor konsumsi dan impor. Investor disarankan tetap selektif, fokus pada saham-saham yang diuntungkan oleh kebijakan pemerintah dan punya eksposur dollar AS positif, sambil mewaspadai risiko nilai tukar pada sektor domestik yang padat
Meskipun terdapat risiko pelemahan rupiah, Maybank Sekuritas Indonesia masih memasang target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk akhir 2026 di level 8.800 dengan target akhir 2025 sebesar 8.000. Ini didukung oleh pergeseran kebijakan Indonesia yang luas dari stabilitas menuju pertumbuhan.
"Rupiah yang melemah diperkirakan masih dapat dikendalikan oleh latar belakang makroekonomi yang mendukung kebijakan ekspansif," papar Jeffronsberg. Lebih penting lagi, menurut dia, tekanan mata uang dipandang sebagai isu sekunder dibandingkan dengan potensi pertumbuhan dari inisiatif unggulan pemerintah.
Baca Juga: Usai Penurunan Bunga, Maybank Proyeksi BI Masih Akan Pangkas 50 Bps Lagi Tahun Ini
Oleh karena itu, strategi investasi buy-on-weakness tetap direkomendasikan oleh Maybank Sekuritas, terutama pada saham-saham bertema kebijakan.
Misalnya, sektor unggas seperti JPFA dan CPIN diuntungkan oleh program makan bergizi gratis secara nasional, yang memberikan dorongan struktural terhadap permintaan. Hilirisasi logam adalah inisiatif utama lainnya, dengan INCO, ANTM, dan MDKA siap meraih manfaat, tidak hanya dari dorongan pemerintah untuk peningkatan nilai tambah pada nikel dan tembaga, tetapi juga dari penguatan USD karena pendapatan mereka berbasis dolar.
Sementara itu, MEDC berada pada posisi strategis dalam agenda ketahanan energi nasional, didukung oleh insentif untuk investasi domestik, dan juga diuntungkan dari penguatan USD melalui pendapatan yang berdenominasi dolar.
Selanjutnya: Indika Energy (INDY) Intip Peluang dari Awak Mas
Menarik Dibaca: Promo Bakmi GM Serbu Serba Rp 22.000-an di Seluruh Outlet, Cuma 13-24 Oktober
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News