CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.364.000   21.000   0,90%
  • USD/IDR 16.757   28,00   0,17%
  • IDX 8.420   13,34   0,16%
  • KOMPAS100 1.164   -0,44   -0,04%
  • LQ45 848   -0,95   -0,11%
  • ISSI 294   0,44   0,15%
  • IDX30 442   -0,63   -0,14%
  • IDXHIDIV20 514   -0,01   0,00%
  • IDX80 131   0,01   0,01%
  • IDXV30 135   -0,15   -0,11%
  • IDXQ30 142   -0,01   -0,01%

Arah Gerak Saham Properti Tak Sesuai Kinerja Fundamental, Ini Sebabnya


Kamis, 20 November 2025 / 18:52 WIB
Arah Gerak Saham Properti Tak Sesuai Kinerja Fundamental, Ini Sebabnya
ILUSTRASI. Lonjakan saham properti didorong spekulasi & aksi korporasi, bukan fundamental. Cek prospek 2026 dan rekomendasi analis Foto: DOK KONTAN


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan saham emiten properti terpantau tak sejalan dengan kinerja fundamental perusahaan. Bahkan, ada beberapa emiten dengan sahamnya terbang tinggi sepanjang tahun ini.

Melansir laman Bursa Efek Indonesia (BEI), IDX Properties & Real Estate naik 51,75% sejak awal tahun alias year to date (YTD).

Beberapa emiten sahamnya terpantau naik sangat tinggi sejak awal tahun 2025. Misalnya, PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) sahamnya naik 314,9% YTD dengan price to earning ratio (PER) -598,42x dan price to book value (PBV) 25,53x.

PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) sahamnya meroket 1.364,78% YTD, dengan PER 181,94x dan PBV 18,09x. Saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) terbang 525% YTD, dengan PER 325,95x dan PBV 1,05x.

Baca Juga: Emiten Properti Kawasan Industri Masih Tertekan, Cermati Saham Rekomendasi Analis

Lalu, PT Maha Properti Indonesia Tbk (MPRO) sahamnya naik 345,54% YTD, dengan PER -1.223x dan PBV 110,19x. Saham PT Pakuan Tbk (UANG) melesat 634,69% YTD, dengan PER -131,11x dan PBV 22,23x.  

Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand melihat, kenaikan Indeks Sektor Properti (IDXProperties) sebesar 53,15% YTD didorong oleh fenomena anomali yang sangat terkonsentrasi pada sekelompok kecil emiten. Ini dipicu oleh sentimen spekulatif, pengaruh konglomerasi, dan agenda aksi korporasi spesifik. 

Contoh utama adalah BUVA yang kenaikan sahamnya didahului oleh pengumuman rights issue besar-besaran untuk akuisisi aset strategis dan keterkaitan kepemilikan oleh figur konglomerat.

”Investor spekulatif memberikan premi besar (conglomeration premium) pada saham-saham ini, karena ekspektasi asset injection atau restrukturisasi aset bernilai tinggi, yang tidak terkait dengan kinerja operasional rutin,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/11).

Kenaikan harga yang masif tersebut dinilai Abida tidak sejalan dengan perbaikan kinerja fundamental sektor secara luas. Valuasi emiten pendorong indeks berada di level yang tidak rasional jika dibandingkan rata-rata sektor properti yang punya PER 16,1x.

Valuasi ekstrem ini membuktikan bahwa harga didorong murni oleh ekspektasi non-fundamental, yaitu sentimen aksi korporasi. 

“Sementara, emiten properti berkapitalisasi pasar besar masih menunjukkan pencapaian marketing sales yang loyo, yaitu sekitar 34% hingga 51% dari target tahun 2025,” ungkapnya.

Baca Juga: Rekomendasi Saham Emiten Properti di Tengah Kinerja Positif per kuartal III-2025

Menurut Abida, emiten yang mengalami kenaikan harga paling eksplosif seringkali memiliki karakteristik low-float alias jumlah saham beredar di pasar yang rendah, terutama di segmen mid-cap dan small-cap. 

Struktur pasar yang demikian membuat saham-saham ini rentan terhadap herd mentality dan spekulasi. Ketika narasi aksi korporasi konglomerasi, seperti rights issue untuk akuisisi aset muncul, low-float ini bertindak sebagai amplifikator. Sehingga, memungkinkan pergerakan harga yang cepat dan ekstrem, jauh melampaui potensi yang dapat dihasilkan oleh saham big-cap yang memiliki likuiditas pasar yang sangat dalam.  

Dalam dinamika spekulatif ini, narasi suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) memang hanya menjadi faktor latar belakang yang dikesampingkan atau narasi tambahan yang tidak signifikan.

Secara tradisional, suku bunga tinggi menekan sektor properti karena mahalnya biaya kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, kenaikan harga ribuan persen sejak awal tahun pada BUVA misalnya, di tengah lingkungan suku bunga tinggi menunjukkan adanya ketidakselarasan yang jelas. 

“Investor yang mendorong harga saham-saham ini tidak berfokus pada prospek penjualan properti residensial yang sensitif terhadap BI Rate, melainkan bertaruh pada asset play atau transfer aset internal yang bersifat idiosinkratik dan unlevered dari siklus properti umum,” katanya.

Senior Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menambahkan, reli saham sektor properti tahun ini lebih banyak digerakkan momentum proyek, katalis spesifik, dan spekulasi pada nama-nama seperti MINA, BUVA, UANG, DADA, dan MPRO. Sementara, pemulihan fundamental belum merata.

Baca Juga: Kinerja Emiten Properti Tumbuh pada Kuartal III 2025, Cermati Rekomendasi Analis

Meski BI sudah memangkas suku bunga sampai empat kali di tahun 2025, dampaknya ke penjualan belum signifikan karena bank belum agresif menurunkan KPR, pembeli masih selektif, dan beberapa segmen masih oversupply. 

“Akibatnya, kenaikan IDXProperties lebih dari 50% YTD lebih ditopang emiten kecil–menengah yang sensitif sentimen, bukan penjualan yang benar-benar pulih,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/11/2025).

Struktur pasar sektor properti yang tipis likuiditas juga membuat harga mudah bergerak ekstrem. Oleh karena itu, BI Rate lebih sering menjadi narasi pendorong daripada katalis fundamental.

”Ketika BI kembali menahan suku bunga, pasar yang sebelumnya berharap cut tambahan langsung melakukan profit taking pada saham-saham besar yang sudah reli,” ungkapnya.

Prospek Kinerja dan Rekomendasi

Seperti disebutkan di atas, kinerja saham dan pendapatan prapenjualan alias marketing sales emiten properti berkapitalisasi besar dan menengah tak begitu baik. 

Kinerja marketing sales mayoritas emiten properti big cap dan mid cap yang lesu ini terjadi di tengah suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sudah dipangkas empat kali sepanjang tahun 2025.

Tengok saja, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mencatat marketing sales Rp 7,6 triliun hingga September 2025, turun 12% YoY, dan menurunkan target tahunannya menjadi Rp 10 triliun. 

Lalu, MTLA mencatatkan kenaikan marketing sales 4% secara tahunan alias year on year (YoY) menjadi Rp 1,34 triliun per September 2025. Namun, pendapatan MTLA per kuartal III 2025 mengalami pelemahan menjadi Rp 1,13 triliun dari Rp 1,30 triliun pada tahun lalu, dengan laba bersih turun ke Rp 232,45 miliar. 

Direktur Metropolitan Land Olivia Surodjo mengatakan, pihaknya masih optimistis bisa mencapai target marketing sales di tahun ini. “MTLA memanfaatkan momentum perpanjangan insentif PPN DTP, hingga menghadirkan inovasi produk hunian untuk mencapai target marketing sales,” katanya kepada Kontan, Kamis.

Saham pun CTRA tercatat turun 11,73% YTD dan MTLA sahamnya turun 6,25% YTD.

Sukarno melihat, penahanan suku bunga BI di 4,75% pada November 2025 sebenarnya juga bertolak belakang dengan ekspektasi pasar yang berharap ada pemangkasan lanjutan. 

“Kombinasi ekspektasi pasar yang tidak terpenuhi dan realisasi marketing sales yang belum pulih inilah yang membuat sektor properti kembali tertekan dan memicu koreksi harga,” ungkapnya.

Di tahun 2026, potensi pemulihan emiten properti diperkirakan lebih nyata seiring dengan stabilnya inflasi dan potensi ruang pelonggaran suku bunga yang masih terbuka. 

Dalam kondisi pasar yang belum sepenuhnya pulih, emiten dengan pendapatan berulang alias recurring income kuat, misalnya yang memiliki pendapatan sewa komersial atau portofolio stabil, cenderung lebih defensif dan tahan tekanan,

“Sementara nama-nama growth seperti RISE, MPRO, dan UANG tetap berpotensi out perform tetapi dengan volatilitas tinggi,” katanya.

Sukarno pun merekomendasikan accumulative buy untuk saham emiten properti dengan PBV di bawah 1x, yaitu BSDE, CTRA, SMRA, dan BKSL. Target harga untuk masing-masing emiten itu adalah Rp 1.050 - Rp 1.140 per saham, Rp 1.000 - Rp 1.060 per saham, Rp 410 - Rp 426 per saham, dan Rp 150 - Rp 160 per saham.

Selanjutnya: BTN Minta Tambahan Penempatan Dana Pemerintah, Purbaya Bilang Begini

Menarik Dibaca: Warna Keberuntungan Zodiak di Tahun 2026 dan Maknanya, Cari Tahu yuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×