Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah terus menguat ke level tertingginya dalam 11 bulan setelah tembus ke atas US$ 50 per barel. Kamis (7/1) pukul 16.30 WIB, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2021 di New York Mercantile Exchange terlihat menguat 0,87% ke US$ 51,07 per barel.
Analis Monex Investindo Faisyal mengatakan, kenaikan harga minyak WTI dalam beberapa hari terakhir tidak terlepas dari tiga faktor. Pertama, tren pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang akhirnya mengangkat harga komoditas yang diperdagangkan dalam the greenback, termasuk minyak.
Kedua, adanya kabar bahwa pemerintahan Presiden terpilih AS Joe Biden akan menekan produksi minyak mentah di AS. Hal ini berpotensi mengurangi jumlah pasokan minyak dunia.
“Ketiga, Arab Saudi yang mengumumkan akan melakukan pemangkasan produksi secara sukarela sebanyak 1 juta barel per hari (bph) pada periode Februari dan Maret. Dengan pemangkasan ini, tentu supply menjadi berkurang dan pada akhirnya berhasil menaikkan harga minyak,” jelas dia kepada Kontan.co.id, Kamis (7/1).
Baca Juga: UBS kerek proyeksi harga minyak Brent ke US$ 60 per barel hingga tengah tahun 2021
Hanya saja, Faisyal menyangsikan bahwa tren penguatan ini akan berlangsung lama. Menurut dia, keputusan Arab Saudi yang hanya berlangsung dua bulan tidak akan berarti banyak ke depan.
Apalagi permintaan terhadap minyak dunia masih terancam, dengan adanya mutasi virus Covid-19 yang memaksa banyak negara menerapkan kembali lockdown.
Lebih lanjut, secara fundamental, kondisi minyak dunia terus mengalami perbaikan. Ia berkaca dari laporan Energy Information Administration yang menyebutkan bahwa stok minyak mentah AS turun tajam sementara persediaan bahan bakar naik pada pekan lalu.
Nah, dengan keberhasilan vaksinasi nantinya, diharapkan permintaan secara global pun akan berangsur pulih walaupun secara bertahap.
“Jadi ke depan, guna bisa mengangkat harga minyak lebih tinggi, para produsen memang sebaiknya mengikuti langkah Arab Saudi untuk secara sukarela memangkas produksi. Tapi masalahnya, menjaga komitmen negara produsen ini cukup sulit, selama masih ada negara yang tidak patuh, penguatan minyak akan selalu terancam koreksi,” tambah Faisyal.
Baca Juga: Investor fokus pada pemangkasan produksi Saudi, harga minyak naik lagi
Walau demikian, dia melihat pada tahun ini harga minyak dunia akan lebih baik dibanding tahun lalu. Dengan peluang membaiknya hubungan AS dan China di era Biden, potensi pelemahan dolar AS, hingga pemulihan permintaan seiring vaksinasi akan mampu membuat harga si emas hitam lebih baik.
Faisyal memproyeksikan, sepanjang tahun ini harga minyak WTI akan berada di rentang US$ 45 - US$ 60 per barel. Ia optimistis pada akhir tahun nanti, harga minyak WTI akan cenderung mendekati batas atas ketimbang batas bawah.
Selanjutnya: AS mengkaji pembatasan investor AS di Alibaba dan Tencent
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News