Reporter: Aloysius Brama | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indofod Sukses Makmur Tbk menganggarkan capital expenditure atau belanja modal sebesar Rp 7 triliun sepanjang 2019. Bila dibandingkan tahun lalu, capex INDF turun sebesar 23%. Asal tahu saja, capex INDF pada tahun lalu mencapai Rp 9,1 triliun.
Dari alokasi capex itu, Rp 3,9 triliun akan diberikan untuk modal kerja anak perusahaan INDF yaitu Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP). Sedangkan lini bisnis tepung perusahaan yaitu Bogasari mendapat kucuran sebesar Rp 1,4 triliun. Sektor agribisnis mendapatkan dana sebesar Rp 1,5 triliun. Sedangkan untuk lini distribusi logistik mendapatkan kucuran sebesar Rp 200 miliar.
Dengan alokasi capex yang lebih mini dari tahun sebelumnya, perusahaan Grup Salim itu tidak muluk-muluk menargetkan pertumbuhan pendapatan dan laba pada tahun ini. “Pertumbuhan mungkin akan naik di kisaran high-single digit lah,” kata Anthoni di sela-sela RUPST dan RUPSLB, Rabu (29/5).
Untuk rencana tahun ini, INDF akan memfokuskan pada peningkatan-peningkatan unit perusahaan seperti pembangunan pabrik. Sebagai informasi, pada tahun ini INDF sedang meningkatkan kapasitas beberapa pabriknya, tak terkecuali pabrik tepung di Tanjung Priok.
Penambahan kapasitas itu nantinya akan membuat pabrik dapat menambah kapasitas hingga 1.200 ton per hari. Selain menambah kapasitas, INDF juga sedang membangun satu pabrik tepung terigu baru. Ketika pembangunan itu selesai, akan ada penambahan kapasitas hingga 1.500 ton per hari.
Selain itu INDF juga masih akan mencurahkan perhatian pada lini usaha agribisnis Sebagaimana diketahui, INDF memiliki beberapa anak perusahaan di sektor tersebut dimana dua di antaranya, PT Perkebunan London Sumatra Indonesia (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) listing di Bursa Efek Indonesia dan satu perusahaan yaitu Indofood Agri Resources Ltd (IFAR) listing di pasar modal Singapura.
Anthoni mengatakan prospek bisnis agrikultur memiliki karakteristik medium hingga long investment. “Umurnya panjang, sekitar 25 tahun hingga 30 tahun,” kata Anthoni.
Menurutnya, sektor agribisnis merupakan sektor yang secara bisnis memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas cukup tinggi.
Untuk itu INDF terus memastikan untuk memilih bibit-bibit unggul dari komoditas di sektor tersebut. Cara itu digunakan untuk menambah kapasitas produksi.
“Karena moratorium pemerintah sepertinya sulit bagi kami untuk menambah lahan. Opsinya memilih bibit yang baik untuk bisa meningkatkan produktivitas,” kata Anthoni.
Sepanjang kuartal I lalu LSIP mencatatkan pendapatan sebesar Rp 927,23 miliar. Jumlah itu naik 6,9% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Tahun 2018 lalu, pendapatan LSIP tercatat sebesar Rp 868, 33 miliar.
Meski naik, LSIP tak bisa menghindari penurunan laba yang cukup dalam bila dibandingkan tahun lalu. Selama kuartal I ini, laba LSIP turun sebesar 66,7% menjadi Rp 38,63 miliar. Padahal pada periode yang sama di tahun lalu, LSIP mencatat laba sebesar Rp 116 miliar.
Sedangkan unit usaha agribisnis milik INDF lain yaitu SIMP malah mencatatkan kerugian sebesar Rp 31, 26 miliar. Hal ini berbanding terbalik dengan kuartal I tahun lalu dimana perusahaan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 111,19 miliar.
Keseriusan INDF untuk menggarap sektor agribisnis juga ditunjukkan dengan ikhtiar perusahaan mengakuisisi kembali anak perusahaannya Indofood Agri (IFAR) yang listing di bursa Singapura. Anthoni mengatakan secara komersil, potensi anak usaha INDF itu memiliki prospek yang menarik. Hal itu membuat INDF disebut sudah menyiapkan dana hingga RP 1 triliun untuk mengakuisisi IFAR.
Hingga saat ini, INDF disebut masih dalam proses tender offer. Proses itu diproyeksikan akan rampung pada tanggal 25 Juni 2019 mendatang setelah sebelumnya mengalami pengunduran dari 24 Mei 2019 lalu menjadi 25 Mei 2019. Saat itu INDF baru menerima penawaran sebanyak 102, 82 juta saham atau sekitar 7,37% dari total saham IFAR dengan nilai S$ 0,28 per saham.
Anthoni juga tidak merisaukan adanya trade war antara Amerika Serikat dan China. Anthoni mengatakan ekspor produk-produk INDF sendiri paling banyak menuju Timur Tengah dan Afrika. Selain itu, perusahaannya juga masih akan terus fokus memperkuat pasar dalam negeri. “Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi setiap tahunnya, masih ada pangsa pasar yang besar di dalam negeri,” tandas Anthoni.
Inovasi dan penyesuaian dengan pasar, baik dari segi produk maupun layanan diyakini menjadi kunci supaya perusahaannya bisa menjadi market leader di sektor fast moving consumer goods Indonesia.
Dari produk misalnya, Indofood konsisten mengeluarkan produk-produk yang khas dan kekinian dari beberapa merk unggulan seperti Indomie. Sedangkan dari layanan, Indofood juga terus mengembangkan market place digitalnya baik dengan bekerja sama bersama e-commerce yang sudah ada hingga mengembangkan platform sendiri. “Kita senantiasa akan terus relevan,” kata Anthoni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News