Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel diperkirakan masih akan melaju seiring membaiknya perekonomian Negara-negara besar di dunia, salah satunya China. Menurut konsensus Bloomberg, pertumbuhan produksi industri China untuk setahun penuh 2021 - 2022 akan meningkat masing-masing sebesar 7,9% dan 5,1% secara year-on-year (YoY).
Peningkatan dalam pertumbuhan produksi industri China ini akan menjadi sinyal positif untuk produksi baja tahan karat (stainless steel) China di masa mendatang.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan i memperkirakan bahwa produksi stainless steel China pada 2021-2022 akan mencapai 1,10 miliar ton dan 1,13 miliar ton. Dengan demikian, Mirae Asset Sekuritas menaikkan asumsi harga rata-rata nikel global untuk tahun penuh 2021 dan 2022 menjadi US$ 17.000 per ton (naik 13,3%) dan US$ 18.000 per ton atau naik 12,5% dari perkiraan sebelumnya.
Angin segar juga datang dari dalam negeri, dimana terdapat wacana untuk mendirikan holding baterai listrik sendiri dengan memanfaatkan cadangan bijih nikel yang melimpah. Andy menilai, ini akan menjadi nilai plus bagi Indonesia.
Baca Juga: Rekap kinerja BUMN tambang: ANTM dan PTBA raup laba, TINS merugi
Sebab, negara yang memiliki cadangan bijih nikel yang melimpah akan memiliki daya tawar yang lebih tinggi dibandingkan negara yang hanya memiliki teknologi. “Karenanya, kami optimis harga nikel global terlihat menarik dalam jangka panjang,” ujar Andy.
Sementara itu, Mirae Asset mempertahankan rata-rata perkiraan harga emas global setahun penuh 2021-2022 pada kisaran US$ 1.800 per troy.
Meskipun ekonomi dan daya beli Amerika Serikat (AS) berpotensi meningkat tahun depan, namun ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa era suku bunga kemungkinan akan tetap rendah selama bertahun-tahun bahkan ketika ekonomi menjauh dari efek pandemi Covid-19.
Adapun menurut konsensus, pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) Negeri Paman Sam pada 2021-2022 masing-masing akan meningkat menjadi 3,8% (YoY) dan 2,8% (YoY), meningkat dari estimasi pertumbuhan PDB di akhir tahun ini yang berada di level -4,0% (YoY).
Baca Juga: Minim sentimen domestik, IHSG masih digerakkan optimisme terpilihnya Joe Biden
Selain itu, Mirae Asset juga mencatat bahwa estimasi indeks harga konsumen (IHK) AS untuk tahun depan dan 2020 akan berada di level 1,9% (YoY) dan 2,0% (YoY).
Setelah memperhitungkan semua asumsi, Mirae Asset Sekuritas meningkatkan status terhadap sektor pertambangan logam Indonesia dari netral menjadi overweight. Mirae Asset juga mengubah pilihan utama (top picks) di sektor ini dari semula PT Vale Indonesia Tbk (INCO) ke PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
“Karena kami pikir ANTM akan mendapatkan keuntungan dari pendirian holding baterai Indonesia,” sambung dia.
Andy menilai, ANTM akan menyokong di sisi hulu dengan memasok bijih nikel ke pabrik holding baterai ini. Sebab, cadangan tambang nikel milik Aneka Tambang menyumbang 14,0% dari total cadangan tambang nikel di tanah air.
Baca Juga: Rekomendasi: Sektor logam industri dan mineral berprospek cerah usai Biden menang
Secara keseluruhan, Andy meyakini bahwa proyek ambisius pemerintah Indonesia tersebut akan menjadi pendorong pertumbuhan ANTM dalam jangka panjang
Setelah memoles asumsi harga nikel global rata-rata untuk dua tahun ke depan, Mirae Asset juga merevisi naik pendapatan ANTM menjadi Rp 35,1 triliun di tahun 2021 dan Rp 39,9 triliun di 2020, masing-masing naik 8,8% dan 8,9% dari perkiraan sebelumnya. Mirae Asset juga merevisi laba bersih ANTM setahun penuh 2021 – 2022, masing-masing menjadi Rp 1,5 triliun dan Rp 1,9 triliun.
Alhasil, Mirae Asset Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli, dengan meningkatkan target harga saham ANTM menjadi Rp 1.550 dari sebelumnya Rp 960 per saham. Namun, risiko dari rekomendasi ini adalah harga nikel dan emas global yang berpotensi melemah serta adanya perubahan regulasi.
Selanjutnya: Kinerja Keuangan Emiten Mulai Pulih, Cermati Saham LQ45 yang Punya Prospek Menarik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News