Reporter: Namira Daufina | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Rupiah terus terseret hingga semakin dekat ke level Rp 13.000 terhadap mata uang dollar Amerika Serikat. Pemicunya, keputusan Bank Indonesia memangkas suku bunga pada Selasa (17/2) dari 7,75% menjadi 7,5%.
Di pasar spot, Jumat (20/2) rupiah terhadap dollar AS masih menguat 0,04% ke level Rp 12.826 dibanding penutupan hari sebelumnya, dalam sepekan terakhir turun 0,2%. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan penurunan rupiah sebesar 0,35% di level Rp 12.849 dan dalam sepekan terakhir merosot 0,6%.
Suluh Adil Wicaksono, Analis Millenium Penata Futures mengatakan pelemahan ini terjadi karena sentimen negatif yang dialami oleh pasar keuangan akibat dari keputusan BI. Walaupun memang dalam jangka panjang pemangkasan suku bunga ini akan memberikan dampak yang positif bagi data ekonomi Indonesia.
“Itu sudah menjadi teori yang pasti,” papar Suluh. Sisi lainnya, pasar saham justru menguat. Karena menurut Suluh keadaan seperti ini membuat pelaku pasar memilih untuk melepaskan mata uang negara tersebut dan beralih ke aset berisiko seperti saham.
“Tujuan utamanya jelas untuk mengendalikan inflasi ke level 4% yang saat ini di level 6,9%,” jelas Suluh. Dengan adanya pemangkasan suku bunga maka suku bunga pinjaman akan turun, daya beli masyarakat meningkat dan inflasi Indonesia turun.
Hal yang sama juga dituturkan David Sumual, Ekonom Bank Central Asia (BCA) bahwa jika melihat aksi Bank Indonesia memang efeknya positif bagi pasar. Pendapatan perusahaan akan naik, saham pun akan dicari oleh investor.
“Namun ini hanya untuk jangka pendek. Jangka panjang, mata uang akan menguat jika pemangkasan ini berefek pada data ekonomi yang positif,” jelas David. Saat ini pelemahan menurut David besar pengaruhnya dari kebijakan BI.
Karena kalau mau menilik pada dana asing justru stabil di portfolio. “Portfolio dua sampai tiga hari terakhir positif,” papar David. Data net sell asing kemarin sempat menyentuh US$ 366 miliar di pasar obligasi. Dari sebelumnya di Selasa (17/2) hanya sebesar US$ 164 miliar.
Keadaan ini jelas berbeda jika dibandingkan dengan kuartal empat 2014 lalu. Saat itu memang dana asing keluar Indonesia cukup tinggi yang diiringi dengan utang luar negeri yang masuk banyak.
“Selain itu investor juga takut terhadap potensi pelemahan rupiah yang lebih dalam lagi jadi mereka memilih untuk ambil posisi tahan dan beralih ke saham atau USD,” kata David.
Sehingga jika melihat keadaan pasar saat ini, baik David dan Suluh menduga pelemahan rupiah masih bisa berlanjut hingga penghujung semester satu. “Dengan asumsi The Fed naikkin suku bunga, rupiah akan koreksi terus,” tambah David.
Pengaruh terbesar terhadap pergerakan USD/IDR di semester satu ini datang dari faktor eksternal. Pada Maret mendatang, FOMC rapat akan kembali digelar. Ini bisa menjadi tanda lebih lanjut apakah suku bunga AS akan dinaikkan dalam waktu dekat atau masih menunggu pertengahan tahun.
Kalau sesuai jadwal tekanan rupiah mungkin tidak akan terlalu besar. “Walaupun rupiah akan tetap tertekan kapan pun AS menaikkan tingkat suku bunganya,” jelas David. Dugaan David rupiah di semester satu akan bergulir di kisaran Rp 12.600-Rp 13.000.
“Saat ini level Rp 12.000 itu merupakan grade baru bagi rupiah dan masih akan sulit untuk turun kembali di bawah level itu,” kata Suluh. Dengan asumsi The Fed naikin suku bunga, rupiah terhadap dollar AS akan bergerak di sekitar Rp 12.500-Rp 13.000.
Menurut Suluh di akhir tahun tentunya diharapkan rupiah akan mampu kembali menguat meski tidak tajam. Namun potensi untuk melemah hingga ke level Rp 13.000 pun tetap terbuka. Apalagi ditambah tekanan jika The Fed menaikkan suku bunga.
“Belum lagi kalau Desember 2015 The Fed naikin suku bunga lagi, rupiah akan melemah semakin dalam,” papar Suluh. Salah satu penjaga agar rupiah tidak terus ambruk adalah dengan menjaga cadangan devisa negara.
Saat ini cadangan devisa negara di level kisaran US$ 114 miliar dan pada akhir tahun harusnya sudah terjaga di sekitar US$ 100 miliar. Jika itu mampu terjadi, artinya perekonomian Indonesia membaik dan rupiah memiliki otot untuk bertahan. Begitu pun Suluh memperkirakan rupiah akan bergerak di sekitar level Rp 12.800 - Rp 13.000 di akhir tahun.
Untuk akhir tahun mendatang, banyak pengaruh pergerakan USD/IDR. Sebut saja tekanan datang dari perekonomian AS dan suku bunganya, lalu apakan BI kembali menurunkan suku bunga atau memilih kembali menaikkannya. Tidak bisa ditinggalkan pengaruh Eropa dan harga minyak dunia juga akan mempengaruhi sebagai faktor tambahan.
“Pergerakan akhir tahun akan cenderung stabil dengan mungkin pelemahan tipis,” kata David. Tingkat suku bunga Indonesia akan memberikan pengaruh pada posisi rupiah di akhir tahun. Karena stabil David menduga rupiah terhadap dollar AS bergulir di kisaran Rp 12.600 – Rp 13.000 atau sama dengan semester satu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News