Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
Selama Januari – September 2023, Ebitda TBIG menunjukkan pertumbuhan minimal yakni tetap relatif stabil di Rp 4,29 triliun dibandingkan Rp 4,28 triliun di periode yang sama tahun 2022. Pertumbuhan pendapatan dan Ebitda yang lesu ini memberikan dampak buruk terhadap laba TBIG, sehingga mengakibatkan penurunan laba bersih sebesar -8,5% YoY menjadi Rp 1,12 triliun per September 2023.
“Alasan utama penurunan ini adalah pertumbuhan pendapatan yang stagnan, sementara biaya dan pengeluaran terus meningkat,” ungkap Christopher dalam riset 18 Desember 2023.
Kendati demikian, Christopher menilai, prospek emiten menara portofolio dari SRTG itu tetap positif karena hubungan yang erat dengan operator telekomunikasi besar. Basis pelanggan utama TBIG terdiri dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi terkemuka di Indonesia, terutama Telkomsel, IOH, dan XL Axiata.
Sebagian besar pendapatan TBIG sebesar 80,6% hingga kuartal ketiga 2023 berasal dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi papan atas tersebut. Sedangkan pendapatan lainnya sekitar 19,4%, bersumber dari entitas lain seperti Smartfren (berkontribusi 8,27%), Smart (5,96%), dan berbagai saluran lainnya termasuk serat optik dan properti investasi.
Selain itu, TBIG dapat mengandalkan mesin pertumbuhan baru dari segmen Fiber Optic. TBIG sudah mengalokasikan sekitar Rp 3 triliun untuk akuisisi menara dan perluasan jaringan serat optiknya selama tahun 2023.
Baca Juga: Laba Bersih Turun, Tower Bersama Infrastructure (TBIG) Tetap Bagi Dividen Interim
Investasi tersebut membuahkan hasil yang tercermin dari kontribusi pendapatan. Selama Januari – September 2023, kontribusi pendapatan dari serat optik meningkat secara signifikan dari hanya 0,5% terhadap total pendapatan TBIG per September 2022, menjadi 4,87% pada per September 2023.
“Lonjakan ini menunjukkan pengakuan TBIG terhadap potensi dan kebutuhan untuk mengembangkan segmen ini (fiber optic) guna mempertahankan relevansi dan keunggulan kompetitifnya dalam industri infrastruktur menara,” imbuh Christopher.
Di sisi lain, Christopher menilai positif penerbitan obligasi yang dilakukan TBIG untuk memperkuat kekuatan finansial.
Seperti diketahui, TBIG telah berhasil menyelesaikan penerbitan Obligasi Berkelanjutan VI Rupiah Tahap II Tahun 2023, yang merupakan bagian dari Program Obligasi VI senilai Rp 20 triliun.
Pada tanggal 30 September 2023, total utang bruto TBIG, termasuk pinjaman dolar AS yang dinilai dengan tingkat bunga lindung nilai adalah Rp 27.606 miliar, dengan senioritas utang bruto sebesar Rp 4.870 miliar.
Baca Juga: Pemilu Makin Dekat, Saham-Saham Ini Bisa Diperhatikan
Dengan saldo kas sebesar Rp 802 miliar, utang bersih TBIG mencapai Rp 26.804 miliar dan utang senior bersih sebesar Rp 4.068 miliar. Rasio utang bersih terhadap EBITDA, berdasarkan EBITDA tahunan untuk kuartal ketiga tahun 2023 adalah 4,6x.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Christopher dan Jonghoon mempertahankan rekomendasi Hold dengan target harga sebesar Rp 2.270 per saham.
Risiko negatif dari rekomendasi ini adalah tingkat sewa yang rendah, pertumbuhan serat optik yang lebih lambat, serta Earning per Share (EPS) yang rendah karena tingginya biaya utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News