kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.517.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.999   -70,00   -0,44%
  • IDX 7.325   -69,45   -0,94%
  • KOMPAS100 1.108   -12,29   -1,10%
  • LQ45 866   -9,18   -1,05%
  • ISSI 225   -1,80   -0,79%
  • IDX30 443   -4,72   -1,05%
  • IDXHIDIV20 533   -5,21   -0,97%
  • IDX80 126   -1,29   -1,01%
  • IDXV30 131   -0,17   -0,13%
  • IDXQ30 147   -1,21   -0,81%

Analis: Minyak masih dibayangi sentimen negatif


Selasa, 03 Januari 2017 / 23:41 WIB
Analis: Minyak masih dibayangi sentimen negatif


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga minyak mentah memang telah berhasil menembus level tertingginya sejak September 2015 lalu. Namun tren penguatan ini masih dibayangi beberapa sentimen negatif.

Sejumlah melihat adanya sentimen negatif yang bisa mengganjal target harga sebesar US$ 60 per barel yang ditetapkan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Nanang Wahyudi, analis Finnex Berjangka melihat penguatan dollar AS yang terus terjadi kemungkinan bisa mengganjal harga minyak mentah. Apalagi pada 20 Januari nanti akan dilangsungkan pelantikan Presiden AS terpilih Donald Trump. Kebijakan presiden terpilih yang progresif bisa semakin menguatkan posisi dollar AS.

“Padahal sentimen positif terhadap dollar akan menghambat kenaikan harga minyak,” terangnya kepada KONTAN, Selasa (3/1).

Tak hanya penguatan dollar, Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradepoin Futures menambahkan peningkatan produksi minyak di Amerika dan Kanada juga akan menahan laju minyak mentah. Sampai awal tahun tercatat negeri paman Sam itu telah memiliki 525 rig minyak aktif.

Sedangkan di tahun 2017, Kanada diduga akan mencatatkan kenaikan produksi dari 10.000 barel menjadi 31.000 barel. “Persoalan produksi ini bisa jadi akan menghambat target OPEC untuk membuat minyak menyentuh US$ 60 per barrel,” timpalnya.

Mengutip Bloomberg, Selasa (3/1) pukul 17.28 WIB minyak mentah WTI kontrak pengiriman Februari 2017 di New York Mercantile Exchange menguat 2,33% ke level US$ 54,97 per barel. Pencapaian tersebut berhasil mengungguli level tertinggi di tahun 2016 yaitu US$ 54,06 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×