Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga minyak tergerus dari level tertinggi sejak Juli 2015 setelah data industri menunjukkan stok minyak Amerika Serikat (AS) bertambah sehingga memperparah kekenyangan global.
Mengutip Bloomberg, Kamis (29/12) pukul 14.12 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Februari 2017 di New York Mercantile Exchange melemah 0,4% ke level US$ 53,84 per barel dibanding sehari sebelumnya.
Harga minyak menguat 6,2% dalam delapan sesi sebelumnya, kenaikan terpanjang dalam hampir tujuh tahun. Data American Petroleum Institute (API) menunjukkan stok minyak AS pekan lalu naik 4,2 juta barel.
Sementara data resmi dari pemerintah baru akan dirilis malam ini dengan proyeksi turun. Sentimen lain yang mempengaruhi harga minyak yakni kesepakatan 11 anggota OPEC untuk memangkas produksi mulai bulan depan guna menstabilkan harga minyak.
Harga minyak mentah diperdagangkan mendekati US$ 50 per barel setelah OPEC sepekan membatasi angka produksi. Menteri Perminyakan Jabbar al-Luaibi menyatakan Irak berkomitmen untuk mengurangi output hingga 210.000 barel per hari mulai bulan Januari.
"Resiko jangka pendek untuk minyak adalah angka stok minyak AS yang dirilis malam ini, apakah akan mengikuti data industri," kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar CMC Markets, di Sydney, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (29/12).
"Untuk WTI, US$ 55 per barel mungkin sudah cukup bagus. Jika kita melihat dorongan ke atas level tersebut, saya memperkirakan akan melihat respon cepat dari sisi pasokan," imbuhnya.
Berdasarkan laporan API, Cdangan minyak Cishing, Oklohama yang merupakan titik pengiriman terbesar minyak WTI serta tempat penyimpanan terbesar minyak AS naik 528.000 barel. Sementara survei Bloomberg menunjukkan cadangan minyak nasional kemungkinan turun 1,5 juta barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News