Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (20/9), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah sebesar 12,99 poin atau turun 0,21% ke level 6.231,47. Sektor industri dasar, perdagangan, dan barang konsumsi bergerak negatif menjadi kontributor terbesar pada penurunan IHSG saat itu.
Sepekan lalu investor asing melakukan penjualan bersih sebesar Rp 2,8 triliun, sedangkan saham-saham mayoritas yang di jual di antaranya BBRI, BBCA, GGRM, INTP, dan HMSP.
Baca Juga: Harga minyak berpeluang naik seiring berlanjutnya konflik Timur Tengah
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyatakan penurunan pekan lalu dilandasi atas kekhawatiran pasar mengenai kilang minyak Saudi Aramco yang diserang pesawat tanpa awak atau drone.
Sehingga membuat harga minyak dunia naik lebih dari 10% dalam waktu sehari. Selain itu, Nico menilai meskipun The Fed telah memangkas suku bunganya, tetapi pasar berharap The Fed akan memangkas kembali di bulan Desember. Sementara, pemimpin The Fed, Jerome Powell, menyatakan pemangkasan bulan September ini menjadi yang terakhir di tahun ini.
"Bank Indonesia (BI) juga mengikuti keputusan The Fed untuk menurunkan suku bunga. Namun, karena ekonomi Indonesia juga sedang dikhawatirkan terdampak perang dunia, pelaku pasar masih waswas," ujar Nico kepada Kontan pada Sabtu (21/9).
Proyeksi IHSG pekan depan?
Sepekan depan, Nico memperkirakan IHSG masih berpotensi menguat dengan rentang harga di level 6.195 - 6.250.
Nico mengatakan sepekan depan perhatian pasar tengah berfokus terhadap data PMI Manufacturing dari berbagai negara. Mulai dari Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Jepang. Khusus AS dan Eropa, hal tersebut akan menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi di dalam masing-masing negara.
Baca Juga: Digempur sentimen global, ini proyeksi IHSG pada perdagangan Senin (23/9)
Bagi AS, keputusan The Fed memangkas tingkat suku bunga akan menjadi pertimbangan apakah langkah tersebut sudah tepat bagi Amerika. Sementara di Eropa, pertimbangannya juga pemangkasan suku bunga mereka serta Quantitave Easing tahap dua.
Sentimen lain yang perlukan akan diperhatikan pelaku pasar mengenai berita bahwa delegasi perdagangan China membatalkan kunjungan yang telah direncanakan sebelumnya ke peternakan di AS.
Hal tersebut menyebabkan bursa Amerika kembali mengalami penurunan dan membuat potensi kesepakatan antara kedua negara itu menjadi hilang. Di sisi lain, tensi geopolitik terus bertambah antara Arab Saudi, Iran, dan AS.
"Pernyatan Menteri Luar Negeri Iran javad Zarir perihal negara itu siap perang dengan pasukan Saudi dan Amerika semakin membuat tekanan di pasar," ujar Nico.
Meski Pilarmas memproyeksi IHSG berpotensi menguat di pekan depan, Nico menyatakan sentimen-sentimen itu yang akan membuat keyakinan pelaku pasar bisa saja berubah.
Umumnya, menjelang akhir tahun dalam dunia saham akan ada kegiatan window dressing. Namun, Nico menilai belum ada terlihat perilaku itu.
Baca Juga: IHSG melemah pekan ini, simak sentimen-sentimennya
Sebab, sejauh ini pelaku pasar masih meninjau perang dagang dan pelonggaran kebijakan moneter dari pemerintah. Ia juga menyatakan sebetulnya tidak perlu ada window dressing selama kondisi ekonomi global masih bagus, IHSG tetap akan ikut terdorong bergerak positif.
Oleh karenanya, Nico menargetkan IHSG masih bisa positif hingga akhir di tahun ini. Ia juga menargetkan tahun ini harga optimis IHSG di level 6.750, sedangkan untuk target harga pesimis di 6.550.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga menilai saham IHSG di pekan depan akan bergerak positif dengan rentang harga di level 6.193 - 6.294.
Nafan juga merekomendasi membeli sejumlah saham yang dapat menjadi pertimbangan investor, antara lain ADHI di level rentang harga 1.325 - 1.350; ASII di rentang harga 6.500 - 6.600; BBNI di rentang harga 7.575 - 7.675.
Baca Juga: Faktor-faktor ini yang membuat pergerakan IHSG loyo sepekan ini
Sementara, Nico merekomendasikan saham-saham valuasi tinggi seperti GGRM dan HMSP dikarenakan harga sahamnya sedang turun. Ia juga mengatakan saham-saham dengan fundamental bagus tapi harganya sedang turun patut dikoleksi oleh investor.
"Memang agak mahal, tapi sekarang harga saham emiten dengan fundamental rata-rata sedang turun signifikan, lebih baik buy on weakness. Saya rekomendasi buy GGRM dan HMSP," tutup Nico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News