Reporter: Riska Rahman | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walaupun kemungkinan kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) semakin besar, Bank Indonesia (BI) ternyata masih mempertahankan suku bunga acuannya. Hal ini dipandang analis bisa jadi hal yang positif bagi pasar saham Indonesia.
Tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) yang naik lebih tinggi dari konsensus menandakan The Fed bakal menaikkan suku bunga acuannya Maret ini. Meski begitu, BI masih tetap mempertahankan suku bunga 7-day reverse repo rate di angka 4,25%.
Hal ini membuat perbedaan bunga antara AS dan Indonesia semakin kecil sehingga ada kemungkinan investor lebih tertarik untuk beralih ke pasar saham AS daripada Indonesia. Namun, hal ini dipandang pengamat pasar modal Muhammad Alfatih bukan sebagai hal negatif. "Investor juga pasti melihat faktor lain seperti nilai tukar rupiah serta pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujarnya di Jakarta,
Lagipula, menurutnya, langkah BI untuk mempertahankan suku bunga merupakan langkah yang tepat. Suku bunga yang rendah diharapkan bisa mendorong ekspansi kredit dan pertumbuhan ekonomi sehingga justru bisa jadi sentimen positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Dari sisi teknikal juga memperlihatkan IHSG masih belum bergerak di bawah batas support. Hal ini membuat IHSG diprediksi masih mampu bergerak naik hingga ke level 6.700-6.800 dalam beberapa bulan ke depan.
Meski begitu, Alfatih memperingatkan investor untuk tetap berhati-hati. "Risiko harus tetap terjaga karena tingginya IHSG bisa membuat volatilitas semakin tinggi pula," terangnya. Sehingga, ia menyarankan investor untuk mewaspadai saham-saham blue chips lantaran akan rawan terkena dampak saat IHSG terkoreksi.
Di sisi lain, beberapa sektor saham dianggap menarik di tengah maraknya sentimen jelang kenaikan suku bunga acuan AS. Sektor tersebut di antaranya ialah sektor komoditas dan sektor perbankan yang dianggap unggul lantaran terus mencetak pertumbuhan sepanjang tahun ini.
Sektor yang sempat underperform tahun lalu seperti sektor konstruksi dan properti juga menarik untuk diperhatikan. Kedua sektor ini diprediksi bisa mencetak pertumbuhan untuk jangka panjang.
Selain itu, Alfatih juga menyarankan para investor untuk memperhatikan aksi korporasi dari saham-saham lapis kedua. "Adanya aksi korporasi tersebut bisa membuat saham-saham tersebut memiliki pergerakan menarik," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News