Reporter: Kenia Intan | Editor: Tendi Mahadi
Peran berbagai negara dalam melaksanakan kebijakan stimulus fiskal maupun moneter dalam rangka penanggulangan COVID-19 juga bisa mengerek bursa. Termasuk, penurunan suku bunga acuan serta penerapan kebijakan quantitative easing yang dilakukan Bank Indonesia maupun bank-bank sentral global.
Walaupun ada beragam sentimen positif yang mungkin menyelimuti perdagangan ke depan, IHSG masih dibayangi faktor-faktor pemberat seperti turunnya kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Setelah tembus 5.000, IHSG diprediksi terkoreksi pada Selasa (9/6)
Covid-19 menyebabkan sektor manufaktur masih sulit ekspansi. Rendahnya tingkat daya beli, target penerimaan pajak, serta Foreign Direct Investment (FDI) menjadi penyeret pergerakan IHSG.
Adapun nilai tukar rupiah berpotensi bergerak fluktuatif. Adanya defisit neraca dagang akibat ketergantungan impor akan berdampak pada pelebaran Current Account Deficit (CAD).
Sementara itu, sentimen dari global masih seputar outbreak Covid-19 yang membayangi pergerakan bursa. Selain itu, kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang berpotensi resesi, rendahnya harga komoditas, dan potensi perang harga minyak turut memperberat gerak IHSG.
Baca Juga: IHSG melesat 2,48% menembus level 5.070 di akhir perdagangan Senin (8/6)
Dari Amerika Serikat, pemilihan presiden negara Paman Sam dan tensi kembali memanasnya hubungan dengan China masih akan mempengaruhi pergerakan bursa. Tidak ketinggalan, tensi di Timur Tengah juga bisa menjadi sentimen negatif untuk pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News