Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten anak usaha BUMN Karya tercatat beragam sepanjang tiga bulan pertama tahun 2025. Tak seperti sang induk yang kinerjanya kompak turun, beberapa anak usaha BUMN Karya mencatat kenaikan pendapatan atau laba bersih.
Tengok saja, PT PP Properti Tbk (PPRO) membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 64,54 miliar per kuartal I 2025, turun 32,53% secara tahunan alias year on year (yoy) dari Rp 95,66 miliar per kuartal I 2024.
Meski begitu, PPRO mengantongi Rp 224,11 miliar pada pos penghasilan lain-lain dan Rp 874,42 juta pada pos bagian laba entitas asosiasi dan ventura bersama per kuartal I 2025.
Alhasil, laba bersih PPRO menjadi Rp 141,82 miliar per kuartal I 2025. Ini berbanding terbalik dari rugi bersih Rp 207,49 pada periode sama tahun lalu.
Ada pula PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) mencatatkan pendapatan sebesar Rp543,26 miliar pada kuartal I 2025, tumbuh 14,56% yoy dibandingkan pendapatan kuartal I-2024 sebesar Rp474,22 miliar.
Sayangnya, laba bersih WEGE terkoreksi menjadi Rp 342,8 miliar di akhir Maret 2025, dari sebelumnya Rp 4,44 triliun pada periode sama tahun lalu. Hal ini lantaran ada kenaikan pada sejumlah pos beban.
Baca Juga: WEGE Bukukan Pendapatan Rp 543,26 Miliar pada Kuartal I-2025
Direktur Utama WEGE Hadian Pramudita mengatakan meskipun menghadapi tantangan eksternal, WEGE berhasil mempertahankan arus kas yang sehat.
"Pada 31 Maret 2025, perusahaan berhasil mencatatkan kas dan setara kas yang solid, yaitu Rp 395,77 miliar," ungkap Hadian, dalam siaran pers, Jumat (2/5).
Pada kuartal I-2025 total liabilitas WEGE mengalami penurunan sebesar 12,32%, dan sejalan dengan penurunan rasio Debt to Equity(DER) menjadi 1,05x dibandingkan FY2024 sebesar 1,20x, dan gearing ratio sebesar 0,09x, yang menunjukan struktur modal dan likuiditas WEGE yang sehat.
“Pengelolaan cash flow yang efisien ini mencerminkan kemampuan WEGE untuk menjaga likuiditas dan fleksibilitas keuangan, memungkinkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya tanpa mengorbankan kemampuan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek masa depan yang strategis,” paparnya.
Kinerja yang Turun
Sementara, beberapa anak usaha BUMN Karya kinerjanya turun.
Misalnya, PT PP Presisi Tbk (PPRE) yang mencatatkan pendapatan Rp 832,95 miliar per kuartal I 2025, turun 0,87% yoy dari Rp 840,31 miliar per kuartal I 2024.
PPRE mencatatkan laba tahun berjalan Rp 1,92 miliar per akhir Maret 2025, naik 68,05% yoy dari Rp 1,14 miliar per akhir Maret 2024.
Sayangnya, PPRE mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias rugi bersih sebesar Rp 27,48 miliar per kuartal I 2025. Ini membaik dari rugi bersih Rp 31,28 miliar di kuartal I 2024.
Jika dilihat dari neraca, hal itu didorong kenaikan sejumlah beban dan biaya, serta absennya raihan pada pos pendapatan keuangan di periode ini.
PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) membukukan pendapatan sebesar Rp 871,59 miliar, turun 19,82% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 1,08 triliun. Laba bersih WTON hanya mencapai Rp 1,58 miliar, merosot 73,77% dibandingkan capaian Rp 6,03 miliar pada kuartal I-2024.
Di sisi lain, WTON membukukan nilai kontrak baru sebesar Rp 1,11 triliun hingga akhir Maret 2025. Sekretaris Perusahaan WTON Yushadi Abdulhay menjelaskan, perolehan kontrak baru tersebut masih didominasi sektor infrastruktur yang menyumbang 49,44%.
Lalu, disusul industri 25,27%, listrik 11,88%, properti 11,52%, tambang 1,42%, dan energi 0,47%.
"Ke depan, WIKA Beton akan tetap fokus pada proyek strategis, memperkuat sinergi dengan mitra, serta meningkatkan kompetensi SDM untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan," ungkap Yushadi dalam siaran pers, Selasa (6/5).
Baca Juga: PP Properti (PPRO) Raih Laba Bersih Rp 141,82 Miliar di Kuartal I 2025
Lalu, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP ) mencatatkan pendapatan usaha Rp 394,70 miliar per kuartal I 2025, turun dari Rp 505,68 miliar di kuartal I 2024. WSBP pun menderita rugi bersih tahun berjalan Rp 87,4 miliar per Maret 2025, membaik dari rugi Rp 126 miliar pada periode sama tahun lalu.
Kepala Divisi Corporate Secretary WSBP, Fandy Dewanto mengatakan, meski masih menghadapi tantangan struktural, perseroan masih menatap masa depan dengan optimisme.
“Perusahaan berkomitmen mendukung percepatan pembangunan infrastruktur nasional melalui penerapan tata kelola perusahaan yang baik serta pengelolaan risiko yang hati-hati dan berkelanjutan, guna memberikan nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan,” katanya dalam siaran persnya, Rabu (30/4).
Kinerja Rata-Rata Tertekan
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas mengatakan, emiten anak usaha BUMN Karya kinerjanya rata-rata masih tertekan.
Investor pun disarankan lebih cermat melihat kondisi ini, sehingga sebaiknya fokus ke saham berkinerja lebih likuid.
“Misalnya di saham ADHI atau PTPP langsung yang kinerja sahamnya didukung fundamental yang lebih stabil,” katanya kepada Kontan, Jumat (8/5).
Menurut Nafan, faktor pemberat kinerja emiten anak usaha BUMN Karya disebabkan arus kas negatif. Apalagi, level debt to equity ratio (DER) para emiten juga masih tinggi.
Ke depan, kinerja emiten anak usaha BUMN Karya bisa membaik jika sudah menerapkan good corporate governance. Dengan adanya GCG, kepercayaan publik dan investor bisa kembali.
Namun, waktunya kemungkinan masih sangat jauh, karena prosesnya mayor. “Prosesnya juga butuh waktu yang sangat panjang jika ingin dapat katalis positif,” ungkapnya.
Alhasil, Nafan belum memberikan rekomendasi saham untuk emiten anak usaha BUMN Karya lantaran masalah likuiditas.
Baca Juga: Melongok Rekomendasi Saham dan Prospek Kinerja PTPP di Tahun 2025
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila menilai, faktor penggerak kinerja emiten anak usaha BUMN Karya adalah akses untuk kontrak proyek-proyek baru di 2025 dan adanya potensi peningkatan efisiensi operasional.
Namun, emiten anak usaha BUMN Karya ini masih memiliki sentimen negatif dari mangkraknya proyek, pemangkasan anggaran untuk infrastruktur, hingga masih tingginya beban utang yang menekan laba.
“WSBP terlihat dapat sentimen dari restrukturisasi utang. Di sisi lain, WTON masih tertekan secara pertumbuhan pendapatan serta laba, karena proyek mangkrak dan penurunan permintaan properti,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (8/5).
Kinerja emiten anak usaha BUMN Karya di tahun 2025 bergantung pada kemampuan emiten dalam mengelola beban utang dan meningkatkan efisiensi operasional untuk menjaga margin.
Selain itu, insentif serta program pemerintah, seperti rencana merger BUMN Karya, diharapkan bisa meningkatkan sinergi dan efisiensi.
“Lalu perlu dipantau kondisi makroekonomi, seperti prospek penurunan suku bunga acuan, yang bisa membantu utang perseroan dan meningkatkan daya beli masyarakat,” ungkapnya.
Menurut Indy, kinerja WEGE dan PPRO punya potensi pemulihan secara profitabilitas dalam waktu dekat, terutama didorong dengan eksposur proyek infrastruktur.
WEGE terlihat lebih resilien, sementara saudaranya, WTON masih lesu karena ada tekanan dari sektor properti dan demand yang masih lesu.
“Investor bisa memantau WEGE sambil melihat perbaikan kinerja ke depannya,” katanya.
Indy pun merekomendasikan speculative buy untuk WEGE dengan target harga Rp 68 per saham.
Selanjutnya: Film Para Perasuk Rilis First Look, Perlihatkan Pemeran Dalam Adegan Fenomenal
Menarik Dibaca: Film Para Perasuk Rilis First Look, Perlihatkan Pemeran Dalam Adegan Fenomenal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News