Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) berpotensi melanjutkan tren positif atas kinerja keuangannya pada 2025. Peluang tersebut salah satunya didukung oleh harga komoditas emas dunia yang masih dalam tren menanjak sampai saat ini.
Sebagaimana diketahui, AMMN membukukan penjualan bersih US$ 2,66 miliar pada 2024, naik 31% year on year (yoy). Laba bersih AMMN juga melesat 148% yoy menjadi US$ 642 juta pada akhir tahun lalu.
Alexander Ramlie, Direktur Utama Amman Mineral Internasional mengatakan, pihaknya memproyeksikan produksi logam AMMN bakal lebih rendah pada 2025. Sebab, AMMN beralih dari penambangan bijih segar di Fase 7 ke penambangan material batuan penutup di Fase 8.
Baca Juga: Amman Mineral (AMMN) Beberkan Alasan Ajukan Ekspor Konsentrat Tembaga
Bijih yang diproses sebagian besar akan berasal dari stockpile dan bijih segar berkadar rendah berasal dari lingkaran luar Fase 8, yang memiliki kandungan tembaga dan emas lebih rendah daripada bijih dasar yang terletak di dasar tambang Fase 7 dan 8.
Untuk 2025, AMMN memproyeksikan dapat memproduksi konsentrat sebesar 430.000 metrik ton kering, yang kemudian diproyeksikan mengandung 228 juta pon tembaga dan 90.000 ons emas.
“Saat kami mencapai inti bijih Fase 8 pada tahun 2026, produksi logam akan meningkat secara signifikan, sehingga diperkirakan melampaui kinerja historis,” ujar dia dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (26/3).
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan mengatakan, prospek kinerja AMMN masih cukup menjanjikan pada 2025, namun kemungkinan tidak akan semoncer tahun sebelumnya.
Hal ini akibat adanya penyesuaian produksi seiring dengan transisi operasional ke smeter domestik.
Manajemen AMMN pun sudah memprediksi produksi konsentrat bakal turun menjadi 430.000 metrik ton kering yang kemudian juga berdampak pada proyeksi penurunan volume penjualan.
Dia juga menilai, penolakan pemerintah terhadap relaksasi ekspor konsentrat pada 2025 berpotensi menjadi tekanan jangka pendek bagi AMMN yang cukup signifikan. Tanpa adanya izin ekspor, maka sebagian produksi AMMN harus menunggu kesiapan smelter domestik mereka yang masih dalam tahap penyempurnaan.
Baca Juga: Amman Mineral (AMMN) Ungkap Cadangan Tembaga dan Emas di Cebakan Elang Melonjak
“Hal ini berpotensi menunda realisasi pendapatan dan meningkatkan beban penyimpanan atau risiko inventaris, sehingga margin perusahaan bisa sedikit tergerus,” tutur dia, Rabu (26/3).
Dalam catatan Kontan, smelter yang dibangun oleh anak usaha AMMN, yakni PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) baru mencapai kapasitas operasi 48%. AMMN sebenarnya sudah memulai proses commisioning smelter di Sumbawa Barat tersebut sejak Juni 2024. Namun, karena adanya kompleksitas teknologi yang digunakan, maka proses operasional smelter mengalami kendala teknis.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan, peluang peningkatan kinerja AMMN pada 2025 cukup terbuka seiring kenaikan harga emas dan tembaga pada 2025. Dia mencatat, harga emas dan tembaga sudah melonjak masing-masing mencapai 15% dan 31,81% secara year to date (ytd).
Di sisi lain, Liza menganggap dampak penolakan relaksasi relaksasi ekspor konsentrat terhadap kelangsungan bisnis AMMN belum begitu terlihat. Ini mengingat pendapatan AMMN masih banyak dipengaruhi oleh penjualan tembaga dan emas, kendati emiten tersebut terus memproduksi konsentrat.
“Hanya saja peluang untuk bisa meningkatkan kinerja dari segmen konsentrat kemungkinan terhambat,” imbuhnya, Rabu (26/3).
Saat ini, harga saham AMMN masih dalam tren melemah hingga 38,64% year to date (ytd) ke level Rp 5.200 per saham pada Rabu (26/3). Dari situ, Liza menyarankan investor untuk wait and see dan menunggu sinyal yang tepat untuk bisa melakukan pembelian.
Walau begitu, investor juga bisa melakukan akumulasi beli saham AMMN dengan target harga Rp 5.900 per saham. Investor juga perlu berhati-hati jika saham AMMN mengalami breakdown ke level Rp 5.025 per saham.
Sementara menurut Ekky, harga saham AMMN masih akan mengalami tekanan pada 2025, mengingat adanya sentimen negatif seperti ketidakpastian regulasi, terutama terkait larangan ekspor konsentrat serta kekhawatiran terhadap potensi penurunan volume produksi selama masa transisi ke smelter baru.
Secara teknikal, saat ini saham AMMN masih berada dalam tren bearish yang kuat. Dalam jangka pendek, harga saham AMMN berpotensi turun ke level Rp 5.000 per saham dengan risiko pelemahan lanjutan menuju level Rp 4.700 per saham jika tekanan belum mereda.
“Dalam kondisi ini, investor disarankan untuk wait and see sambil mencermati perkembangan izin ekspor dan progres operasional smelter,” ungkap dia.
Namun demikian, secara jangka menengah dan panjang, peluang penguatan saham AMMN masih sangat terbuka. Pasalnya, fundamental bisnis AMMN pada dasarnya tetap solid. Jika smelter AMMN mulai beroperasi optimal serta permintaan komoditas tetap tinggi, maka kinerja dan valuasi saham emiten ini berpotensi pulih secara bertahap.
Selanjutnya: Pertumbuhan Penyaluran Kredit ke Segmen UMKM Melambat pada Awal 2025
Menarik Dibaca: SAP Business Data Cloud, Satukan Data Perusahaan dan Ini Manfaatnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News