Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampak melambat di tengah tekanan pada saham blue chip lapis pertama dengan kapitalisasi pasar besar (big cap). IHSG menutup perdagangan Kamis (26/9) dengan kenaikan tipis 0,05% ke level 7.744,51.
Pergerakan sejumlah saham blue chip tertinggal dan menjadi pemberat indeks (laggard). Top laggard secara harian diisi oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Sejumlah indeks yang dominan diisi oleh saham blue chip dan big cap lapis pertama juga melandai, seperti LQ45 dan IDX30. Kedua indeks tersebut masing-masing melemah 0,68% dan 0,55% secara harian. Sedangkan indeks saham papan utama (main board) stagnan.
Berbanding terbalik dengan indeks saham papan pengembangan (development board) yang melejit 1,28%. Begitu juga dengan indeks yang identik dengan saham lapis kedua (second liner), yakni IDX SMC Liquid dan SMC Composite yang masing-masing naik 0,88% dan 0,48%.
Baca Juga: Sebelum Libur Akhir Pekan, Cek Dulu Rekomendasi Saham Hari Ini
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mengamati koreksi IHSG sejalan dengan arus dana keluar dari investor asing (capital outflow) yang cukup masif.
Situasi ini sebagai imbas dari kucuran stimulus ekonomi di China, yang mendorong ketertarikan investor asing untuk memindahkan dana ke pasar keuangan di Negeri Panda tersebut.
"Pasar keuangan China saat ini menjadi perhatian para investor dan big fund. Untuk IHSG, masih dalam bullish trend. Tetapi perlu diperhatikan saham blue chip perbankan dan beberapa sektor lainnya mengalami pelemahan," kata Abdul Haq kepada Kontan.co.id, Kamis (26/9).
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, perlambatan laju IHSG masih terbilang wajar selama mampu bertahan di atas level psikologis 7.700.
William mengamini tekanan IHSG disebabkan oleh posisi jual bersih (net sell) dari investor asing, akibat sentimen dari stimulus ekonomi di China.
Adapun, net sell pada perdagangan Kamis (26/9) mencapai Rp 2,53 triliun di pasar reguler atau akumulasi Rp 2,27 triliun di seluruh pasar. Dalam posisi tersebut, saham-saham lapis pertama lebih rentan terpapar outflow investor asing.
William melihat saham lapis kedua kembali mendapatkan momentum sebagai alternatif saat saham lapis pertama tertekan.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi membenarkan, dalam situasi pasar saat ini ada potensi rotasi ke saham-saham lapis kedua.
Catatan Audi, pelaku pasar mesti tetap selektif. Di tengah sentimen stimulus ekonomi di China, investor bisa memperhatikan saham di sektor energi dan barang baku.
Kedua sektor ini berpotensi terpapar sentimen positif dari pergerakan aktivitas industri di China, yang akan mendorong permintaan dan harga komoditas.
Selain sentimen dari stimulus ekonomi China, Audi menyoroti sikap investor yang mulai mengantisipasi musim rilis kinerja keuangan kuartal III-2024.
Di sisi lain, dia mengingatkan investor juga perlu mengantisipasi koreksi IHSG jika sudah mulai bergerak di bawah level 7.700.
Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah menambahkan, pelaku pasar turut mencermati bagaimana dinamika menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, sekaligus susunan kabinet baru pada bulan depan.
Fath pun menaksir gerak melandai IHSG hanya sementara, sehingga bisa kembali rebound.
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Teknikal Saham SMDR, TLKM dan BANK Hari Ini (27/9)
Dengan begitu, investor dapat memilih saham lapis pertama maupun lapis kedua, asalkan memiliki cerita atau momentum yang menarik.
Fath mencontohkan koreksi pada saham perbankan bisa membawa peluang untuk buy on weakness. Pelaku pasar juga bisa melirik saham bank lapis kedua seperti PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN).
Sektor lain yang menarik dilirik adalah kesehatan dan emiten di industri kelapa sawit yang banyak dihuni oleh saham lapis kedua.
Fath merekomendasikan saham PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Sedangkan William melihat ujian pada IHSG dan saham lapis pertama setidaknya bisa terjadi hingga awal Oktober 2024. Dus, pada rentang periode tersebut pelaku pasar bisa melirik saham-saham lapis kedua dari sektor properti dan emiten ritel.
William menyematkan rekomendasi buy untuk saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).
Audi menyarankan trading buy saham PT Timah Tbk (TINS) dengan target harga di Rp 1.280.
Sedangkan Abdul Haq menjagokan saham LSIP untuk target harga Rp 1.080 - Rp 1.115 dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dengan target harga di Rp 1.380 - Rp 1.450 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News