Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sinyal positif datang dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) dengan inflow asing yang tercatat meningkat dalam waktu singkat. Dengan capaian itu, kepercayaan investor asing dapat dikatakan mulai pulih.
Selama transaksi pekan lalu, yakni dari 14–16 April 2025, Bank Indonesia (BI) mencatatkan beli neto sebesar Rp 3,28 triliun di pasar SBN. Dengan kata lain, aliran dana asing yang masuk di pasar ini lebih dominan ketimbang aliran dana keluar.
Sebagai perbandingan, pada periode pekan sebelumnya 8–10 April 2025, BI justru mencatatkan jual neto sebesar Rp 7,84 triliun di pasar SBN. Itu menyumbang jual neto transaksi asing secara keseluruhan sebesar Rp 24,04 triliun dalam periode tersebut.
Baca Juga: SBN Ritel 2025 Makin Diburu, SR022 Diprediksi Jadi Primadona Baru
Menurut Chief Dealer Fixed Income & Derivatives PT Bank Negara Indonesia (BNI) Fudji Rahardjo, capaian beli neto dalam waktu singkat mencerminkan penguatan sentimen positif untuk pasar SBN.
“Investor asing cenderung kembali masuk ketika mereka melihat stabilitas dan potensi imbal hasil yang relatif menarik terhadap risiko,” sebut Fudji kepada Kontan.co.id, Senin (21/4).
Untuk diketahui, yield alias imbal hasil yang ditawarkan SBN 10 tahun pada periode 14–16 April 2025 adalah sebesar 6,93%. Sementara pada periode 8–10 April 2025, yield yang ditawarkan sebesar 7,06%. Meski secara besaran lebih kecil, penurunan yield menjadi cerminan penurunan risiko, tak heran kepercayaan investor asing bisa ikut tumbuh.
Lebih lanjut, Fudji menyebut arah investasi asing saat ini masih sangat dipengaruhi kebijakan tarif Amerika Serikat (AS). Kembalinya investor asing ke pasar SBN pekan lalu pun salah satunya didorong penundaan kebijakan tarif yang saat ini masih berlangsung dan mengakibatkan volatilitas pasar saham global.
“Sejak tarif Amerika ditunda, investor cenderung kembali masuk memanfaatkan yield yang sangat menarik, terutama Indonesia. Saat pasar saham global volatile, obligasi kerap jadi aset alternatif untuk melakukan investasi ” jelas Fudji.
Baca Juga: Ini Sejumlah Sentimen yang Bakal Tekan Nilai Penerbitan Obligasi Multifinance di 2025
Pasar obligasi pemerintah memang menjadi pilihan menarik bagi investor yang mencari kepastian arus kas selagi menghindari risiko. Apalagi, negara emerging market seperti Indonesia menawarkan yield yang relatif lebih tinggi ketimbang negara maju.
Jika dibandingkan obligasi korporasi, obligasi pemerintah cenderung aman karena dijamin oleh negara dan risiko gagal bayarnya rendah. Namun, imbal hasil yang ditawarkan biasanya juga lebih tinggi. Pemilihan antara dua jenis obligasi ini bisa disesuaikan lebih lanjut dengan profil risiko investor.
“Obligasi korporasi punya risiko lebih tinggi, tergantung kualitas penerbit (emiten), namun imbal hasilnya juga bisa lebih tinggi. Investor dengan profil risiko konservatif lebih cocok ke SBN,” jelas Fudji.
Di luar itu, secara keseluruhan, Fixed Income & Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi menilai obligasi memang menjadi pilihan investasi di tengah ketidakpastian ekonomi yang datang dari sisi internal dan eksternal.
"Permintaan terhadap obligasi korporasi akan tetap tinggi terutama obligasi yang mampu memberikan return 9%-10% per tahun dengan rating single A. Namun, obligasi pemerintah, terutama ritel, akan menjadi pilihan utama investor individu untuk menghadapi tahun yang penuh gejolak ini," kata Lionel.
Selanjutnya: Pembiayaan Multiguna WOM Finance Tembus Rp 1,1 Triliun di Kuartal I-2025
Menarik Dibaca: 3 Jurus Jitu Finansial untuk Perempuan ala Astra Life
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News