kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.782   14,00   0,09%
  • IDX 7.487   7,98   0,11%
  • KOMPAS100 1.158   3,64   0,32%
  • LQ45 919   5,52   0,60%
  • ISSI 226   -0,86   -0,38%
  • IDX30 474   3,44   0,73%
  • IDXHIDIV20 572   4,20   0,74%
  • IDX80 132   0,66   0,50%
  • IDXV30 140   1,11   0,79%
  • IDXQ30 158   0,84   0,54%

Menakar Efek Kebangkrutan Sillicon Valley Bank (SVB) Terhadap Pasar Obligasi


Senin, 13 Maret 2023 / 20:21 WIB
Menakar Efek Kebangkrutan Sillicon Valley Bank (SVB) Terhadap Pasar Obligasi
ILUSTRASI. Obligasi.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) dipandang tidak akan memperburuk kondisi pasar, termasuk pasar surat utang. Investor sejauh ini masih percaya diri dengan kondisi keuangan AS, setelah otoritas keuangan negeri Paman Sam itu dikabarkan turun tangan membantu SVB.

Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menilai bahwa jatuhnya SVB tidak memiliki dampak sistemik, termasuk bagi pasar obligasi. Sebab, permasalahan yang dihadapi oleh SVB lebih kepada krisis likuiditas ataupun ketidaksesuaian pengelolaan aset dan kewajiban.

Asal tahu saja, Silicon Valley baru-baru ini menjual obligasi yang dimiliki dalam jumlah besar untuk mendapatkan dana segar. Salah satu bank besar di AS tersebut menjual obligasi senilai US$ 21 miliar atau sekitar Rp 324,35 triliun.

Hanya saja, penjualan obligasi dalam waktu singkat tersebut malah terhitung rugi. Hal itu karena portofolio obligasi yang digenggam SVB memiliki tingkat yield lebih rendah dibandingkan yield US Treasury saat ini.

Baca Juga: Harga Emas Naik Kala SVB Ambruk, Begini Prospeknya di Tahun 2023

Guntur melihat, penjualan secara masif oleh SVB karena informasi yang bocor terkait kepemilikan obligasi dan juga sekuritas berbasis hipotek yang membukukan kerugian belum direalisasikan dalam jumlah cukup besar karena peningkatan suku bunga.

Sehingga, hal ini menyebabkan beberapa perusahaan modal ventura meminta perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi untuk menarik dana dari Silicon Valley Bank. Seperti diketahui, SVB banyak menampung dana dari berbagai startup.

“Jadi, terjadi bank rush yang menyebabkan kolapsnya SVB dalam kurun waktu 48 jam,” jelas Guntur kepada Kontan.co.id, Senin (13/3).

Tetapi, Guntur bilang, aksi SVB ini belum tentu diikuti investor lain untuk ramai-ramai melepas kepemilikan obligasi. Permasalahan utama SVB bukan terkait pasar obligasi, namun lebih kepada kondisi meningkatnya suku bunga dan kesalahan dari pihak SVB dalam alokasi aset yang menyebabkan ketidaksesuaian durasi aset. Serta, diperparah dengan adanya penarikan dana secara besar-besaran (bank rush) oleh nasabah.

Hal ini tercermin dari imbal hasil atau yield US Treasury hari ini mengalami penurunan ke level sekitar 3.68%. Dengan demikian, belum mengindikasikan pasar obligasi dalam tekanan.

Menurut Guntur, efek kolapsnya Silicon Valley Bank tidak akan begitu besar sehingga tidak menciptakan kondisi pelarian likuiditas. Apalagi, Federal Deposit Insurance Act dan The Fed telah mengambil langkah guna melakukan bail out atau pemberian bantuan keuangan secara penuh terhadap SVB.

“Sepertinya dampak dari kejatuhan SVB masih cukup terkendali. Ini kemungkinan besar tidak akan ada pelarian aset menuju pasar lainnya, termasuk ke pasar obligasi Indonesia,” ungkap Guntur.

Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen (MAMI) Ezra Nazula justru sedikit berpandangan berbeda. Sentimen dalam jangka pendek terlihat mendukung pasar obligasi Indonesia karena imbal hasil US Treasury mengalami penurunan.

Baca Juga: OSFI Mengambil Alih Kontrol Cabang Silicon Valley Bank di Kanada

Terlebih, kenaikan Fed Rate di pertemuan selanjutnya kemungkinan lebih terbatas dari sebelumnya. Melemahnya dolar AS juga memberi kepercayaan untuk investor masuk ke pasar obligasi dan mendorong imbal hasil obligasi Indonesia turun ke level 6.8% untuk tenor 10 tahun.

“Terbatasnya kenaikan suku bunga The Fed dan pelemahan dolar AS akan menjadi katalis untuk aliran dana kembali ke pasar obligasi Indonesia,” imbuh Ezra kepada Kontan.co.id, Senin (13/3).

Kendati demikian, Ezra berujar, selama permasalahan SVB ini tidak menjalar di pasar finansial AS, maka dampak negatif dinilai tidak akan begitu besar. Kalaupun terjadi kondisi risk-off, dana akan terlebih dahulu masuk ke aset safe haven atau aset yang memiliki lindung nilai seperti US Treasury.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×