Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Perusahaan pakan ternak, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) menyelesaikan akuisisi dua peternakan sapi di Australia. Dua peternakan tersebut berlokasi di Riveren dan Inverway, milik keluarga Underwood. Luas lahan peternakan itu mencapai 555.000 hektare dan berkapasitas 40.000 ekor sapi.
Pembelian itu melalui anak usaha JPFA, PT Santosa Agrindo (Santori) yang bergerak di bidang peternakan sapi. Total transaksi akuisisi tersebut sekitar A$35 juta setara Rp 373 miliar.
Kedua lahan peternakan tersebut memiliki 25.000 ekor sapi indukan yang mampu memproduksi sapi indukan pengganti serta 12.000 sapi bakalan per tahun. Sebelumnya, Santori memiliki 8.000 ekor sapi indukan di kandang pembiakan di Lampung.
Kepala Riset BNI Securities, Norico Gaman menilai, aksi korporasi tersebut positif untuk kinerja JPFA. Sebab dengan tingkat konsumsi daging sapi yang terus meningkat memberi peluang bisnis menarik JPFA.
Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Robertus Yanuar Hardy menilai, akuisisi ini semakin mengokohkan posisi JPFA di lini bisnis peternakan. “Kalau dilihat dari bisnis peternakan sapi, JPFA sudah lebih lama masuk dibandingkan emiten lain,” ujar dia. Selain peternakan sapi, JPFA memiliki lini usaha lain seperti pakan ternak, pembibitan ayam bahkan perikanan.
Harga daging sapi yang tinggi juga menguntungkan bagi Japfa. “Tingkat konsumsi daging sapi impor lebih banyak dari kalangan menengah dan atas, sehingga mungkin Japfa menyasar ke arah situ,” ujar Robertus.
Ini juga sejalan dengan misi Japfa, yaitu memperkuat lini bisnis makanan olahan, salah satunya, So Good. Dengan menambah jumlah peternakan sapi, otomatis JPFA akan mengamankan pasokan bahan baku dan dapat menekan ongkos produksi. “Jadi nantinya akan lebih efisien,” tambah Robertus.
Meski prospek bisnis cerah, tapi Robertus mengingatkan, JPFA memiliki tingkat utang yang tinggi. Menurut dia, rasio utang terhadap ekuitas alias debt to equity ratio (DER) JPFA termasuk tinggi yaitu 70%-80%. Sebagai perbandingan, DER emiten sejenis seperti PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) hanya 20%, PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) sekitar 23%-25%.
Menurut Robertus, JPFA akan terkena imbas pelemahan rupiah. Sebab, kebanyakan utang JPFA dalam mata uang asing. Apalagi, bahan baku pakan ternak rata-rata impor. "Untuk jagung dari pasokan domestik, namun kedelai masih dari impor," jelas dia.
Tekanan kenaikan harga bahan baku ini sudah terlihat pad kinerja JPFA di semester I 2013. Di periode itu, laba bersih JPFA menurun 15,74% menjadi Rp 489,17 miliar year-on-year (yoy). Tapi, Norico yakin, di akhir tahun ini JPFA mampu menggenjot laba bersih sehingga bisa tumbuh 16,5% menjadi Rp 1,16 triliun. Sementara, pendapatan JPFA akan tumbuh 11,8% menjadi Rp 19,9 triliun.
Karena itu, Norico merekomendasi buy saham JPFA dengan target harga Rp 2.000 per saham. Robertus juga menyarankan buy dengan target harga Rp 1.610.
Pun begitu, analis UBS Securities, Bonny Budi Setiawan, menyarankan buy saham JPFA dengan target harga Rp 1.770 per saham. Kemarin, harga JPFA naik 2,8% ke Rp 1.470 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News