Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar modal Indonesia tengah diwarnai berbagai rencana aksi penerbitan saham dan surat utang dengan nilai emisi yang cukup besar. Dari pasar saham misalnya, per 28 Juli 2021, Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mengantongi 25 nama calon emiten dalam pipeline initial public offering (IPO).
Dari 25 calon emiten, sebanyak 14 perusahaan tergolong perusahaan berskala besar karena memiliki aset di atas Rp 250 miliar. Saat ini, perusahaan unicorn PT Bukalapak.com juga tengah melakukan penawaran umum dalam rangka IPO. Dengan memasang harga penawaran Rp 850 per saham dan melepas 25,77 miliar saham, Bukalapak berpotensi memperoleh dana segar Rp 21,9 triliun
BEI juga memperkirakan, di sisa tahun ini akan ada unicorn lain yang melaksanakan IPO dengan nilai emisi lebih besar dari Bukalapak. Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna tidak menyebutkan namanya secara gamblang, namun perusahaan itu adalah dua unicorn yang belum lama ini melakukan merger.
Tak berhenti sampai di situ, perusahaan besar lainnya juga disebut-sebut akan melaksanakan IPO tahun ini. Misalnya, PT Adhi Commuter Properti yang berencana IPO di kuartal keempat 2021 dan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) pada November 2021.
Baca Juga: 25 Perusahaan bersiap IPO, perusahaan skala besar mendominasi
Dari segi pencarian dana melalui surat utang, sejumlah perusahaan juga berencana menerbitkan obligasi dengan emisi besar. Contohnya adalah PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) yang bakal merilis obligasi Rp 1,2 triliun pada Agustus 2021 dan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) US$ 800 juta.
TBIG akan menggunakan dana obligasi untuk refinancing sebagian utang anak usahanya. Sementara MEDC akan menggunakan dana obligasi untuk belanja modal maupun refinancing utang perusahaan beserta anak usaha.
Baca Juga: Kinerja reksadana indeks dinilai akan sulit mengalahkan IHSG pada tahun ini
Dalam pipeline obligasi dan sukuknya, BEI pun mencatat, masih ada 31 emisi surat utang yang akan diterbitkan oleh 24 perusahaan. Nilai emisi seluruh obligasi ini diperkirakan bisa lebih dari belasan triliun rupiah.
Kepala Riset Henan Putihrai Sekuritas Robertus Yanuar Hardy mengatakan, sebenarnya, likuiditas yang berlimpah di masyarakat tidak serta merta menjadi sinyal bahwa penerbitan saham maupun surat utang akan terserap maksimal oleh pasar. Pasalnya, kenaikan DPK tersebut lebih disebabkan oleh sikap konservatif sektor perbankan.
"Perbankan belum cukup yakin dan optimis terhadap potensi pertumbuhan ekonomi ke depannya karena penyebaran virus Covid-19 yang belum terkendali," kata Robertus saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (29/7).
Meskipun begitu, ia melihat aksi korporasi IPO dan penerbitan surat utang akan tetap menarik minat para investor. Pasalnya, baik saham maupun obligasi saat ini sudah memiliki segmen investornya masing-masing sehingga keduanya tidak akan saling mengerdilkan penyerapan emisi di pasar.
Baca Juga: Ini poin penting dalam RPOJK tentang Saham Hak Suara Multipel
Robertus juga melihat, investor pasar modal saat ini lebih agresif dalam berinvestasi di berbagai instrumen, khususnya saham. Hal itu tercermin dari investor retail domestik yang lebih mendominasi porsi transaksi saham harian.
Beberapa IPO saham terakhir juga dinilai berhasil menarik porsi investor retail yang lebih besar dari IPO sebelumnya. "Kondisi ini didorong oleh semakin banyaknya informasi yang dapat diakses, baik melalui media online, media sosial, dan juga ada pengaruh dari para influencer saham," tutur Robertus.
Sementara itu, penerbitan dan transaksi obligasi korporasi diyakini masih akan didominasi oleh investor institusi, mengingat nilai minimum investasinya yang tergolong besar. "Obligasi masih akan diminati oleh para manajer investasi dan dana pensiun karena memiliki kupon yang lebih tinggi dari deposito dan risiko gagal bayarnya cukup rendah apabila tergolong investment grade," kata Robertus.
Selanjutnya: Bakal ramai IPO dan rights issue jumbo, perhatikan peringatan berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News