Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri telekomunikasi kembali diwarnai aksi jual beli menara. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) misalnya, akan membeli 3.000 menara dari PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) senilai Rp 3,97 triliun.
PT Indosat Tbk (ISAT) juga akan menjual 4.000 menara miliknya dan masih dalam tahap awal penjajakan dengan para mitra potensial. Akan tetapi, berdasarkan kabar yang beredar di pasar, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) disebut-sebut sebagai calon pembeli paling potensial karena memiliki neraca keuangan yang kuat.
Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi menilai, penambahan jumlah menara akan memberikan efek positif bagi perusahaan menara telekomunikasi. Pasalnya, secara umum, setiap menara telekomunikasi yang dibangun sudah memiliki penyewa dengan kontrak jangka panjang.
Alhasil, perusahaan menara telekomunikasi yang membeli menara tersebut akan mendapatkan keuntungan tambahan. Apalagi jika di kemudian hari ada operator lain yang ikut menyewa di menara yang sama (kolokasi), maka akan membuat keuntungan perusahaan menara menjadi semakin tinggi.
"Di samping itu, dengan memiliki semakin banyak menara, perusahaan juga dapat meningkatkan skala ekonomi dan posisi tawar untuk terus mendapat kontrak-kontrak baru dari para operator," tutur Yoshua saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (23/3).
Baca Juga: Ini emiten yang diuntungkan dari lelang frekuensi 2.300 Mhz dan kuota data sekolah
Analis Henan Putihrai Sekuritas Muhammad As'ad juga berpendapat, pembelian menara akan berdampak positif bagi bisnis perusahaan yang bersangkutan. Pasalnya, jumlah basis penyewa perusahaan akan turut meningkat secara anorganik.
"Lebih jauh lagi, pengembangan aset menara ke depan akan mendorong produktivitas yang juga berpotensi meningkatkan pendapatan perusahaan," ucap As'ad.
Menurut As'ad, apabila pembelian menara dapat terealisasi, maka posisi TOWR dan TBIG sebagai perusahaan yang tercatat di bursa saham akan semakin kuat.
Yoshua juga menilai, pembelian menara ini akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham menara telekomunikasi.
Yosua merekomendasikan hold TBIG karena harga sahamnya sudah mendekati target harga wajar Samuel Sekuritas Indonesia, yakni Rp 2.000 per saham.
Sementara untuk TOWR, ia memberikan rekomendasi buy karena masih ada potensi kenaikan menuju target harga Rp 1.300 per saham. Pada perdagangan Selasa (23/3), TBIG ditutup turun 0,97% ke Rp 2.050 dan TOWR minus 0,90% ke Rp 1.100 per saham.
Sementara As'ad merekomendasikan buy kedua saham tersebut karena masih memiliki potensi kenaikan dari harga saat ini. Ia memasang target harga untuk TBIG di level Rp 2.200 per sahan dan TOWR Rp 1.450 per saham.
Terkait dengan Mitratel, As'ad juga melihat bahwa rencana anak usaha Telkom ini untuk melaksanakan initial public offering (IPO) pada kuartal IV-2021 atau kuartal I-2022 cukup menarik untuk diperhatikan.
Baca Juga: Tower Bersama (TBIG) optimistis laba tahun ini bisa tumbuh, ini penyebabnya
"Mengingat porsi menara yang dimiliki Mitratel kemungkinan lebih besar jika dibandingkan TOWR, tetapi Mitratel memiliki tingkat tenancy yang masih rendah," ungkap As'ad.
Yoshua menambahkan, fundamental Mitratel memang terlihat solid karena memiliki menara yang banyak dan struktur modal yang kuat. Dukungan dari induk usahanya juga akan menjadi sentimen yang positif bagi Mitratel.
Akan tetapi, menurut Yoshua, menarik atau tidaknya suatu saham untuk dikoleksi harus memerhatikan valuasi harganya terlebih dahulu, apakah terbilang murah atah mahal.
"Jadi, sebagai investor harus menunggu juga berapa harga dan valuasi yang ditawarkan oleh Mitratel jika kelak benar-benar jadi IPO," ucap Yoshua.
Selanjutnya: PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Menyiapkan Anggaran Ekspansi Rp 6 Triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News