kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   11.000   0,73%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

AISA kembali fokus pada khitah bisnis


Sabtu, 05 Maret 2016 / 12:31 WIB
AISA kembali fokus pada khitah bisnis


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) serius ingin melepas anak usahanya, PT Golden Plantation Tbk (GOLL). AISA akan kembali pada khitah bisnisnya sebagai perusahaan yang bergerak di sektor konsumer.

Ada dua skema penjualan GOLL yang disiapkan AISA. Skema pertama adalah pembagian dividen untuk mendivestasikan sahamnya di anak usaha yang bergerak pada bisnis perkebunan sawit tersebut. Dengan skema ini, AISA berencana melepas minimal 30% saham GOLL.

Hingga saat ini, 78,2% saham GOLL masih dipegang AISA. Jika 30% saham itu dilepas, AISA tidak lagi menjadi pemegang saham mayoritas GOLL. Sehingga, kinerja GOLL yang selama ini mengganduli laju AISA tidak lagi dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan produsen Chiki Taro tersebut.

"Namun skema yang ini enggak bisa, jadi kami akan menjualnya cash," ujar Sjambiri Loe, Direktur Keuangan AISA, kepada KONTAN, belum lama ini.

Skema tersebut memang terbilang cukup asing di Indonesia. Selama ini, belum ada emiten lain yang melakukan aksi korporasi seperti itu. Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun belum memiliki panduan yang membahas terkait teknis atas aksi korporasi itu.

Beban utang Jadi, sekarang AISA menggunakan skema kedua, yakni menjual langsung GOLL kepada investor strategis. Jika skema kedua ini dilakukan, maka AISA juga bakal melepas seluruh saham GOLL. Bukan tanpa alasan AISA kekeuh ingin melepas GOLL.

Gundukan utang GOLL cukup membuat kualitas keuangan AISA tertekan. GOLL memiliki utang jangka panjang sekitar Rp 1,1 triliun. Angka ini nyaris setengahnya dari total utang AISA. Sehingga, karena laporan keuangan dikonsolidasikan menyebabkan keuangan AISA seolah-olah tertekan.

Rasio utang atau debt to equity ratio (DER) AISA terlihat tertekan akibat dari kondisi ini. Sepanjang tahun 2014, DER perseroan ini tercatat sekitar 0,85 kali. Keberadaan GOLL justru membuat DER AISA melompat jadi 0,98 kali pada kuartal III-2015.

Angka ini di atas rata-rata DER industri yang sebesar 0,5 kali. Tingginya beban utang tersebut juga belum bisa dinetralisir oleh performa GOLL. Sejauh ini, kontribusi pendapatan GOLL rata-rata hanya sekitar 2% terhadap total pendapatan AISA.

Jika divestasi, maka hampir bisa dipastikan keuangan AISA kembali pulih dengan segera. Efek positifnya juga berantai. Beban AISA berkurang, sehingga akan menjadikan margin AISA membaik.

DER AISA juga kembali turun, sehingga bermanfaat jika emiten tersebut ingin mencari sumber pendanaan melalui instrumen utang. Dengan tingkat DER yang rendah, ruang memperoleh pinjaman juga lebih luas.

Setelah melepas GOLL, maka AISA bakal menjadi perusahaan konsumer murni. Pada gilirannya valuasi saham AISA bertambah. Namun proses pelepasan anak usaha ini tidak sepenuhnya berjalan mulus. Sektor perkebunan saat ini sedang bearish sehingga tidak mudah menjual GOLL.

Investor lebih selektif memilih perusahaan target akuisisi. Pada kuartal III-2015, AISA membukukan pendapatan sekitar Rp 4,5 triliun, naik 23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 3,66 triliun.

Sementara, beban pokok tercatat Rp 3,59 triliun, naik 24% ketimbang periode tahun 2014, yang sebesar Rp 2,9 triliun. Meski beban pokok naik, manajemen mampu melakukan efisiensi.

Ini bisa terlihat dari porsi beban pokok terhadap pendapatan AISA yang relatif stabil, sekitar 79% baik untuk periode kuartal III-2015 maupun kuartal III-2014. Hal tersebut juga menjadikan laba kotor AISA tumbuh 10% menjadi Rp 546,39 miliar.

Sementara, laba bersih tercatat Rp 292,15 miliar, naik 3% dari sebelumnya senilai Rp 283,57 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×