Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten pendatang baru di Bursa Efek Indonesia, yakni PT Agro Yasa Lestari Tbk membukukan pendapatan sebesar Rp 39,34 miliar di 2019, naik 4,7% secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Pendapatan ini terdiri atas penjualan aspal senilai Rp 10,39 miliar, penjualan geotextile senilai Rp 13,10 miliar, dan penjualan geogrid senilai Rp 4,8 juta.
Selain itu, emiten dengan kode saham AYLS ini juga mencatatkan penjualan dari geomembrane senilai Rp 128,70 juta dan penjualan SBM & DDGS senilai Rp 15,70 miliar.
Adapun pihak pembeli yang penjualannya melebihi 10% dari total pendapatan yakni PT Hutama Karya Infrastruktur.
Baca Juga: Minat Korporasi Menggelar IPO di BEI Masih Tinggi
Seiring dengan penjualan yang naik, beban pokok penjualan AYLS juga ikut terkerek. Tercatat, AYLS menanggung beban pokok penjualan senilai Rp 31,51 miliar, naik tipis 4,7% dari beban pokok penjualan tahun sebelumnya. Beban umum dan administrasi juga naik 132,8% menjadi Rp 6,3 miliar.
Meski demikian, beberapa beban lain terpantau turun. Beban penjualan misalnya, turun 44,9% menjadi Rp 499,50 juta. Beban di luar usaha juga turun menjadi Rp 381,02 juta.
Dus, AYLS membukukan laba usaha senilai Rp 463,76 juta. Realisasi ini merosot 63,7% dimana pada tahun 2018 AYLS masih mampu membukukan laba bersih hingga Rp 1,27 miliar. Adapun laba bersih per saham dasar AYLS pada 2019 sebesar Rp 15,59 per saham.
Per Desember 2019, jumlah aset AYLS mencapai Rp 59,41 miliar. Jumlah ini terdiri atas liablitas senilai Rp 28,24 miliar dan ekuitas senilai Rp 31,17 miliar. Adapun jumlah kas dan setara kas AYLS per 31 Desember 2019 mencapai Rp 766,42 juta, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 791,84 juta.
Baca Juga: Kementerian PUPR akan beli 10.000 ton karet langsung dari petani untuk campuran aspal
AYLS menjadi salah satu emiten yang terdampak pandemic Corona (Covid-19). Melansir keterbukaan informasi di laman resmi BEI, salah satu dampak yang terjadi adalah penghentian operasional akibat kondisi mobilisasi dan logistik pada proyek di Padang, Sumatra Barat milik PT. Hutama Karya Infrastruktur. Penghentian ini diperkirakan akan berlangsung lebih dari 3 bulan.