Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak 1995 sampai dengan 2019 Undang-Undang No 8 tentang Pasar Modal masih belum berubah mengikuti kebutuhan dan perubahan industri pasar modal yang terus berkembang. Padahal alternatif investasi terus bertambah mengikuti majunya teknologi informasi yang pesat.
Asal tahu saja, rancangan undang-undang sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2014-2019 tapi belum dibahas.
Baca Juga: Prediksi IHSG besok: Diterpa sentimen pemakzulan Trump hingga aksi demonstrasi
Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang menyatakan dengan tegas UUPM seharusnya sudah harus diubah. “Sudah sekian puluh tahun undang-undang pasar modal tidak diperbaharui dan saat ini sudah tidak up to date,” ujarnya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (27/9).
Kendati demikian saat ditanya mengenai poin apa saja yang penting untuk masuk dalam rancangan undang-undang pasar modal, Franky enggan mengatakan sebab khawatir ada pernyataannya yang fokus pada kepentingan industrinya.
Namun sebagai perwakilan dari emiten se-Indonesia, Direktur Eksekutif AEI Samsul Hidayat menyatakan undang-undang ini sudah harus lebih dilengkapi melihat perkembangan produk, investor, dan mekanisme perdagangan.
“AEI sudah melakukan forum group discussion (FGD) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa kali,” jelasnya.
Baca Juga: Ini alasan Indika Energy (INDY) tambah kepemilikan saham di perusahaan tambang emas
Samsul menjelaskan diskusi dengan OJK ini dimungkinkan lebih kepada proses perubahan UU OJK dalam hal memperkuat struktur hukum.
Menurut Samsul sudah ada peraturan yang telah diimplementasikan, hanya saja belum dikonkretkan menjadi regulasi. Nantinya peraturan ini akan dibawa ke UU OJK misalnya cara pengenaan sanksi kepada emiten yang melakukan pelanggaran. Kemudian mendetailkan pelanggaran oleh emiten.
Ketua Komite Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Octavianus Budiyanto menjelaskan UUPM sudah lama sekali dan belum pernah diubah. “Sedangkan kondisi saat ini sudah jauh berubah khususnya proses digitalisasi,” ujarnya.
Okky menyatakan saat ini sudah marak teknologi finansial (tekfin) sebagai market place alternative berinvestasi, seperti transaksi reksa dana yang bisa diperdagangkan secara digital. Adapun investor membutuhkan kepastian settlement transaksi.
Kendati demikian sejauh ini beberapa peraturan di bursa masih bisa mengakomodir seluruh transaksi yang berlangsung. Namun, kalau aturan sudah diperbaharui tentunya bisa menjadi acuan manajer investasi sehingga membuka tambahan pilihan investasi.
Baca Juga: Unilever Indonesia (UNVR) berencana stock split saham dan ganti direksi
Sebelumnya Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi meyatakan beberapa hal dalam UUPM yang perlu diperbaiki salah satunya perluasan partisipan dalam transaksi Over The Counter (OTC) atau transaksi yang tidak dilakukan di bursa.
“Perdagangan di pasar OTC saat ini hanya bisa dilakukan oleh anggota bursa, sedangkan perbankan juga bisa transaksi di pasar ini,” jelasnya.
Selain itu, BEI dan OJK memiliki pasar perdagangan alternatif (PPA) untuk transaksi obligasi. Namun, saat ini hanya anggota bursa yang bisa melakukan perdagangan efek tersebut. Padahal, banyak perbankan yang ikut mentransaksikan obligasi di pasar PPA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News