kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.351.000   3.000   0,13%
  • USD/IDR 16.747   21,00   0,13%
  • IDX 8.417   46,45   0,55%
  • KOMPAS100 1.166   6,42   0,55%
  • LQ45 850   5,80   0,69%
  • ISSI 294   1,08   0,37%
  • IDX30 445   1,55   0,35%
  • IDXHIDIV20 514   5,58   1,10%
  • IDX80 131   0,59   0,45%
  • IDXV30 137   0,45   0,33%
  • IDXQ30 142   1,41   1,00%

Adam Back: Bitcoin Aman dari Ancaman Komputer Kuantum hingga 40 Tahun ke Depan


Senin, 17 November 2025 / 19:15 WIB
Adam Back: Bitcoin Aman dari Ancaman Komputer Kuantum hingga 40 Tahun ke Depan
ILUSTRASI. Bitcoin. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Adam Back, kriptografer dan cypherpunk yang dikutip dalam whitepaper Bitcoin, menegaskan bahwa Bitcoin tidak menghadapi ancaman nyata dari komputer kuantum setidaknya dalam 20–40 tahun ke depan.

Ia menyebut sudah ada standar enkripsi pasca-kuantum yang disetujui National Institute of Standards and Technology (NIST), sehingga Bitcoin dapat mengadopsinya jauh sebelum komputer kuantum mencapai kemampuan untuk meretas kriptografi modern.

Baca Juga: Sejumlah Emiten Gelar Aksi Private Placement, Simak Rekomendasi Sahamnya

Pernyataan Back disampaikan menanggapi pertanyaan pengguna X pada 15 November terkait apakah Bitcoin (BTC) berisiko diretas oleh teknologi kuantum.

“Kemungkinan tidak dalam 20–40 tahun,” tulis Back dilansir dari laman Cointelegraph pada Senin (17/11/2025).

Ia juga menegaskan bahwa transisi menuju algoritma pasca-kuantum dapat dilakukan lebih awal sebelum komputer kuantum yang relevan secara kriptografis benar-benar muncul.

Diskusi tersebut berawal dari unggahan video Chamath Palihapitiya, kapitalis ventura Kanada-Amerika, yang memprediksi ancaman kuantum terhadap Bitcoin bisa terjadi dalam dua hingga lima tahun mendatang.

Chamath menyebut diperlukan sekitar 8.000 qubit untuk memecahkan SHA-256—standar enkripsi utama Bitcoin.

Baca Juga: Menilik Untung Rugi Kenaikan Minimum Free Float di Pasar Saham

Respons terkait kerentanan aset Satoshi Nakamoto

Dalam wawancara pertengahan April bersama Cointelegraph, Back juga, mengatakan bahwa tekanan dari komputasi kuantum kelak dapat mengungkap apakah pencipta Bitcoin, Satoshi Nakamoto, masih hidup.

Menurutnya, aset Bitcoin milik Satoshi bisa menjadi target jika komputer kuantum mampu meretas kunci privat lama, sehingga Satoshi harus memindahkan BTC miliknya ke alamat baru agar tetap aman.

Baca Juga: Tekanan Jual Tinggi, Bitcoin Melanjutkan Tren Koreksi

Kondisi nyata komputasi kuantum saat ini

Saat ini, komputer kuantum masih jauh dari kemampuan untuk memecahkan standar kriptografi seperti RSA-2048 atau SHA-256.

Masalah utamanya adalah jumlah qubit yang masih sangat terbatas dan tingkat error yang tinggi.

Sebagai contoh:

  • Caltech neutral-atom array memegang rekor dengan sekitar 6.100 physical qubit, namun masih terlalu “berisik” untuk memecahkan RSA-2048, meski secara teori hanya membutuhkan 4.000 logical qubit.
  • Sistem trapped-ion seperti Quantinuum Helios memiliki 98 qubit fisik yang dikonversi menjadi 48 qubit logis.
  • Komputer kuantum berbasis universal gate baru mencapai 1.180 qubit fisik melalui Atom Computing pada akhir 2023.

Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) Raih Pembiayaan untuk Akuisisi, Cek Rekomendasi Sahamnya

Perbedaan besar antara qubit fisik dan logis menjadi hambatan utama. Perhitungan teoretis asumtif seperti kebutuhan 4.000 qubit logis mengandaikan qubit sempurna tanpa gangguan, yang belum ada di dunia nyata.

Para ahli masih berselisih pendapat soal kecepatan perkembangan teknologi ini. Sebagian memperkirakan kemajuan linear, sementara yang lain memprediksi terjadinya lompatan pesat karena investasi riset yang terus meningkat.

Ancaman “panen sekarang, dekripsi nanti”

Meski ancaman langsung terhadap Bitcoin dinilai kecil, komunitas keamanan data tetap mewaspadai serangan harvest now, decrypt later.

Dalam skema ini, penyerang menyimpan data terenkripsi hari ini untuk didekripsi di masa depan saat teknologi memungkinkan.

Serangan ini tidak memengaruhi Bitcoin secara langsung karena sistemnya bergantung pada kepemilikan kunci privat, bukan kerahasiaan komunikasi terenkripsi.

Namun, pelaku industri tetap menegaskan bahwa Bitcoin harus mengadopsi standar pasca-kuantum sebelum ancaman menjadi nyata.

Baca Juga: BEI Siapkan Kenaikan Free Float ke 10%, OJK Target Akhir 25% Secara Bertahap

Di sisi lain, risiko ini lebih relevan bagi individu atau kelompok yang membutuhkan keamanan data jangka panjang, seperti aktivis atau pihak yang hidup di negara dengan rezim represif.

Peneliti smart contract sekaligus ahli zero-knowledge proofs, Gianluca Di Bella, mengatakan bahwa migrasi ke sistem pasca-kuantum sudah seharusnya dimulai sekarang.

Menurutnya, komputer kuantum komersial mungkin baru hadir dalam 10–15 tahun, tetapi institusi teknologi besar seperti Microsoft atau Google bisa saja memiliki versi yang lebih canggih dalam beberapa tahun ke depan.

Selanjutnya: Mobil China Kuasai Amerika Latin, Tesla Tersaingi di Pasar EV Peru

Menarik Dibaca: Panorama Jalur Jakarta-Bandung jadi Daya Tarik, Pelanggan KA Parahyangan Naik 41,75%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×