Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penutupan perdagangan Senin (4/2), pasar memerah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 6,59% ytd, LQ45 turun 6,03% ytd, IDX80 turun 6,88% ytd, Kompas100 turun 6,45% ytd. Indeks sektoral juga mengalami nasib yang sama.
Di tengah kondisi pasar yang tertekan tersebut, beberapa saham nampak masuk area oversold dengan potensi naik di atas 50%.
Baca Juga: Bertahan di zona hijau, IHSG naik 0,68% di sesi pertama perdagangan Selasa (4/2)
Associate Director Research & Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus merinci berdasaran golden cross ada sekitar 11 saham masuk area oversold. 11 saham tersebut antara lain ALTO, BBHI, BIKA, EPMT, GHON, IPTV, MFIN, MTLA, MYTX, PTSN, dan SAFE.
Meski ada beberapa saham yang oversold dan berpotensi mengalami kenaikan harga, Nico tetap menyarankan investor untuk memilih saham yang bagus secara valuasi dan fundamental. Pasalnya memang dalam jangka pendek dan menengah pasar masih akan tertekan, namun dalam jangka waktu panjang IHSG masih berpotensi mengalami kenaikan.
Baca Juga: Dibuka naik 0,96%, IHSG akhirnya rebound setelah tiga hari tenggelam, Selasa (4/2)
"Fokus utamanya adalah mengubah pola transaksi dari trading menjadi buy and hold untuk sementara waktu dengan memilih saham yang memiliki prospek baik. Karena kalau kita mengandalkan oversold, belum tentu harganya akan mengalami kenaikan kembali,jelas Nico kepada Kontan, Selasa (4/2).
Lebih lanjut, Nico menjelaskan tekanan di pasar saham saat ini tidak terlepas dari prediksi melambatnya pertumbuhan ekonomi China di tengah penyebaran virus Korona.
Pasar keuangan China kembali dibuka pada Senin (3/2), dan langsung mengalami penurunan sekitar 8%. Selain itu harga komoditas baik bijih besi maupun minyak mentah langsung mengalami penurunan, serta mata uang Yuan terus melemah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS).
"Perjuangan lembaga keuangan untuk menjaga likuiditas dan ketenangan di pasar kemarin tampaknya sia-sia, karena investor masih mencoba keluar dari pasar keuangan China. Kami melihat hal tersebut wajar di tengah memburuknya wabah virus corona," jelas Nico.
Baca Juga: Istana segera bahas dampak dari penundaan penerbangan dari dan ke China
Pada akhirnya China berharap kepada AS untuk lebih fleksibel terhadap kesepakatan perdagangan yang telah disepakati bersama. Sejauh ini kesepakatan AS dan China akan dimulai pada pertengahan Februari 2020, namun krisis virus corona tampaknya membuat proses tersebut berpotensi diundur. Meski masih belum jelas apakah China akan meminta AS menunda atau belum.
Pasalnya, di tengah kondisi ekonomi China yang tertekan, pada perjanjian tahun pertama AS-China, negeri tirai bambu ini berkomitmen membeli barang-barang AS dengan nilai tambahan sebesar US$ 76,7 miliar dan akan bertambah menjadi US$ 123,3 miliar di tahun kedua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News