Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, masih ada 30 perusahaan dalam pipeline penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) per 20 Desember 2019.
Perusahaan-perusahan tersebut diperkirakan akan mencatatkan sahamnya di BEI pada 2020. Hal ini menjadi tabungan bagi BEI yang memasang target IPO tahun depan sebanyak 57 perusahaan.
Dari 30 perusahaan yang ada dalam pipeline IPO tersebut, dua perusahaan mengajukan pembatasan informasi sehingga tidak bisa diketahui nama dan sektor bisnisnya. Sementara itu, dari 28 perusahaan yang dapat dibuka identitasnya, 12 perusahaan berasal dari sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan.
Kemudian, delapan perusahaan dari sektor perdagangan, jasa, dan investasi, empat perusahaan dari industri barang konsumsi, dua perusahaan dari sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi, satu perusahaan dari sektor keuangan, dan satu perusahaan dari sektor agrikultur.
Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menyampaikan, sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan menjadi yang paling banyak menghuni pipeline IPO karena perusahaan-perusahaan tersebut mengambil momentum tren penurunan suku bunga acuan.
Baca Juga: Pasar properti diprediksi bakal membaik di tahun depan, berikut rekomendasi analis
Sebagaimana diketahui, sepanjang 2019, Bank Indonesia telah empat kali menurunkan suku bunga acuan, dari 6% ke 5%.
Sejalan dengan itu, BEI mencatat, indeks saham sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan menorehkan kenaikan ketiga tertinggi, yakni 11,19% year to date (ytd) hingga Senin (23/12).
Oleh karena itu, Sukarno melihat saham-saham dari sektor ini berpotensi melanjutkan kenaikan pada tahun depan. Pasalnya, sektor ini memang dapat menjadi instrumen investasi jangka panjang.
"Harga properti tiap tahun akan selalu naik dan setiap individu pasti membutuhkan properti, baik itu bersifat kebutuhan primer ataupun tersier," ungkap dia saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (25/12).
Meskipun begitu, menurut dia, saham para calon emiten yang berasal dari beragam sektor yang disebutkan di atas tetap menarik selagi menawarkan valuasi saham yang murah dan keuntungan yang menarik.
"Tapi investor perlu memperhatikan fundamental perusahaan-perusahaan tersebut. Kenali dulu barang yang mau kita beli biar tidak ada unsur spekulasi," kata dia.
Di sisi lain, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengungkapkan, sektor barang konsumsi menjadi yang paling menarik bagi sekuritasnya. Pasalnya, sektor yang didorong oleh konsumsi masyarakat ini tergolong defensif di tengah kondisi ekonomi global yang masih dipenuhi ketidakpastian.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Selasa (17/12), Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, dalam pipeline IPO tersebut, ada perusahaan yang menargetkan perolehan dana dengan jumlah menengah ke atas.
Akan tetapi, rata-rata nilai emisi para calon emiten ini adalah sekitar Rp 250 miliar. Artinya, penghuni pipeline tersebut masih didominasi oleh calon emiyen yang menawarkan emisi kecil.
Baca Juga: BEI catat pipeline obligasi Rp 4,48 triliun, berikut daftar lengkapnya
Direktur Sinarmas Sekuritas Kerry Rusli mengatakan, dalam pipeline IPO sekuritasnya yang menggunakan tahun buku Desember 2019, belum ada perusahaan berskala besar.
"Ada empat perusahaan dalam pipeline yang berasal dari sektor manufaktur, consumer good, informasi teknologi (IT), dan packaging. Rata-rata emisinya Rp 100 miliar," kata Kerry, Jumat (20/12).
Memang, Herditya melihat, kondisi ekonomi tahun depan belum mendukung bagi perusahaan yang akan IPO dengan emisi besar. Akan tetapi, ia tidak menutup kemungkinan tersebut selagi perusahaan dapat melihat berbagai kesempatan yang ada pada pasar saham.
Sebut saja kondisi global yang dapat mendukung penguatan pasar, seperti membaiknya negosiasi perang dagang Amerika Serikat-China, perkembangan Brexit, dan perbaikan kondisi ekonomi global.
"Bisa dimungkinkan juga lebih ke investornya. Apakah yang akan IPO namanya sudah dikenal terlebih dahulu oleh investor dan bagaimana historisnya sebelum IPO akan menjadi pendorong untuk perusahaan-perusahaan tersebut," ucap dia.
Di sisi lain, Sukarno melihat perusahaan-perusahaan yang IPO dengan emisi kecil ini akan tetap diminati investor. Alasannya, dalam dua tahun terakhir, perusahaan yang IPO dengan nilai emisi kecil mencatatkan potensi kenaikan yang signifikan.
"Investor ritel minatnya bisa dibilang lumayan banyak dengan nilai emisi segitu," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News