Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Standard Life Aberdeen (SLA) selaku ultimate beneficial owner alias penerima manfaat utama dari manajer investasi PT Aberdeen Standard Investments Indonesia (Aberdeen) mengumumkan akan menutup bisnis di Indonesia. Lewat penutupan ini, Aberdeen akan menutup 10 produk reksadana hingga pertengahan 2021.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengaku cukup menyayangkan keputusan SLA untuk membubarkan Aberdeen. Pasalnya, dari segi kinerja, Wawan melihat Aberdeen cukup bagus karena berhasil meningkatkan dana kelolaan atawa asset under management (AUM) pada 2020 kemarin.
Asal tahu saja, per Desember 2020, dana kelolaan Aberdeen mencapai Rp 1,91 triliun atau tumbuh 10,6% dari akhir 2019 yang hanya Rp 1,73 triliun.
Kendati demikian, Wawan melihat keputusan ini bisa saja karena SLA menganggap kinerja Aberdeen sekalipun berhasil mencatatkan pertumbuhan, tapi masih tidak sesuai ekspektasi induk perusahaan. Oleh karena itu pembubaran pun jadi pilihan.
Baca Juga: Reksadana Aberdeen Standard Indonesia Equity Fund dibubarkan, ini isi portofolionya
Padahal menurut Wawan sebenarnya ada opsi untuk memindahkan kepemilikan Manajer Investasi. “Kalau seperti ini kan kasihan investor sebenarnya, karena harus dipaksa redeem reksadana mereka menggunakan acuan NAB pada tanggal 28 Januari. Pada momen tersebut kan pasar juga sedang turun, jadi beberapa investor mungkin harus menerima nasib rugi,” kata Wawan kepada Kontan.co.id, Kamis (28/1).
Untuk pembubaran produk reksadana Aberdeen, Wawan menilai proses pengembalian dana investor Aberdeen seharusnya bukanlah hal yang sulit. Dia bilang, portofolio produk Aberdeen baik reksadana saham maupun reksadana pendapatan tetap diisi oleh produk yang likuid, seperti saham-saham LQ45 dan Surat Utang Negara (SUN). Sehingga proses likuidasi diharapkan bisa berjalan lancar, mudah, dan cepat.
Terkait produk yang tidak bersifat likuid seperti reksadana terproteksi, Wawan bilang seharusnya Aberdeen punya kebijakan untuk mengembalikan dana investor. Misalkan, Aberdeen menyerap reksadana tersebut, kemudian mentransfer dana yang seharusnya diterima investor. Menurut Wawan hal ini harus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada investornya.
Baca Juga: Aberdeen Standard Indonesia tutup bisnis di Indonesia
Sementara untuk dampak terhadap industri reksadana, Wawan melihat pembubaran Aberdeen ini akan memberi dampak yang minim. “AUM Rp 1,9 triliun itu tidak terlalu besar untuk manajer investasi di Indonesia, jadi tidak akan memberi guncangan yang besar terhadap industri reksadana kita,” ujar Wawan.
Berdasarkan pengumuman SLA yang dimuat di iklan harian Kontan pada edisi Kamis (28/1), disebutkan bahwa tutup bisnis Aberdeen tersebut sudah berdasarkan analisa dan penilaian secara komprehensif dan mendalam atas pilihan penyelesaian reksadana dan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik nasabah reksadana.
Begini langkah pembubaran Aberdeen dan produk reksadana di Indonesia berdasarkan pengumuman:
1. Pada 28 Januari 2021, Aberdeen Indonesia telah menyampaikan rencana pembubaran reksadana Aberdeen Standard Indonesia Government Bond Fund kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui surat direksi PT Aberdeen Standard Investment no 49/DIR/ASII/2021 tanggal 28 Januari 2021
2. Aberdeen Indonesia telah menginstruksikan bank kustodian untuk menghentikan perhitungan nilai aktiva bersih Reksadana Aberdeen Standard Indonesia Government Bond Fund melalui surat No 43/DIR/ASII/2021 tanggal 28 Januari 2021 efektif per 28 Januari 2021.
3. Pembubaran dan dimulainya proses likuidasi akan dilakukan dengan ditandatangani akta pembubaran Reksadana Aberdeen Standard Indonesia Bond Fund yang dibuat di hadapan notaris
Baca Juga: Cabut dari Indonesia, Aberdeen akan membubarkan 10 produk reksadana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News