Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) ingin mengurangi ketergantungan pada bisnis kelapa sawit alias crude palm oil (CPO). Caranya, AALI akan mendiversifikasi tiga lini bisnis baru, yakni karet, gula, dan pengolahan CPO (industri hilir).
AALI membidik beberapa lahan karet seluas 2.000 hektare (ha) . Kelak, hasil produksi karet akan digunakan sebagai bahan baku pabrik ban milik anak Grup Astra lainnya, yakni PT Astra Otoparts Tbk (AUTO). "Seluruh hasil karet sinergi internal dan menunjang pabrik ban. Jadi pasarnya lebih terjamin," jelas Tofan Mahdi, Head of Public Relations AALI, Selasa (29/1).
Saat ini, AALI masih menjajaki kemungkinan akuisisi lahan di Kalimantan. "Sedang dilakukan penjajakan untuk mengakuisisi lahan yang paling tepat dan masih dinilai harganya. Kami ingin manfaatkan peluang bisnis di luar CPO," kata Tofan.
AALI juga akan menggarap perkebunan tebu di Papua. Direktur Keuangan AALI Santosa pernah menyatakan, AALI mempunyai lahan seluas 20.000 ha di Papua. Lahan ini menghasilkan 10.000 ton cane per day (TCD).
Tofan menambahkan, Papua memiliki prospek bagus karena akan ada kluster pangan atau food estate di sana. Namun, AALI masih menggodok nilai pasar termasuk soal kepastian infrastruktur.
Analis Batavia Prosperindo Securities Yasmin Soulisa mengatakan, pilihan tanaman diversifikasi AALI ke bisnis perkebunan karet dan tebu cukup tepat. Sebab, meski harga karet pada 2012 lalu menurun, harganya tidak seanjlok harga CPO. Dia menilai, bisnis ini bisa mengimbangi ancaman penurunan harga CPO. Dengan demikian, kinerja AALI akan kembali membaik. "Apalagi kalau permintaannya sudah ada dan pasarnya jelas," ujar Yasmin. Sepanjang 2012, harga jual rata-rata CPO turun 3,4% dari tahun sebelumnya menjadi Rp 7.322 per kilogram (kg).
Selain itu, AALI juga tengah menjajaki membangun pabrik pengolahan CPO. Tofan beralasan, potensi industri hilir ini memang cukup menjanjikan dan bisa meningkatkan nilai tambah produk. Apalagi, pemerintah mengkaji pemberian insentif fiskal buat industri hilir CPO. "Kami bisa memanfaatkan fasilitas insentif dari pemerintah," kata dia.
Meski demikian, AALI masih akan mengembangkan bisnis utamanya, CPO. AALI sudah menyiapkan belanja modal US$ 275 juta - US$ 300 juta untuk membangun beberapa pabrik kelapa sawit (PKS), pabrik pengilangan minyak sawit (refinery), dan akuisisi lahan.
Namun, dana tersebut belum termasuk tiga bisnis baru. Manajemen juga belum mau memaparkan kebutuhan dananya. Yasmin menilai, dana ekspansi AALI masih bisa berasal dari kas. Dia memproyeksikan, sampai akhir tahun kas AALI masih Rp 651 miliar.
Karena itu, Yasmin masih merekomendasikan beli pada saham AALI dengan target Rp 22.500 per saham. Apalagi, ia beranggapan, AALI masih mampu mengimbangi penurunan harga CPO dengan menggenjot volume produksi. Volume penjualan CPO AALI naik 13,4% menjadi 1,42 juta ton di tahun lalu.
AALI juga akan menambah kapasitas produksi pabrik CPO menjadi 1.230 ton per tahun. Sebelumnya, 22 pabrik AALI hanya berkapasitas 1.050 ton per jam. Ini bisa menaikkan volume penjualan CPO 10%-15% di tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News