Reporter: Benedicta Prima | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada akhir pekan lalu, Jumat (4/9/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah sebesar 0,78% atau 40,96 poin ke 5.239,85. Jika ditotal, dalam sepekan, IHSG sudah merosot 2%.
Direktur Anugerah Mega Investama memperkirakan, IHSG bergerak dengan support di level 5.188 sampai 5.059 dan resistance di level 5.337 sampai 5.381 dalam sepekan mendatang. Dia menambahkan, pasar saham masih berpeluang konsolidasi melemah akibat koreksi pada pasar saham dunia akibat koreksi saham teknologi.
Hal ini ditambah sentimen negatif dari tambah kasus pandemi Covid-19 belum pasti kapan berakhir, prospek ekonomi masih suram serta rumor revisi Undang-undang Bank Indonesia. "Mengubah pondasi sektor keuangan ketika badai krisis pandemi Covid-19 belum berakhir menimbulkan sentimen negatif bagi pasar keuangan," ujar Hans dalam riset, Minggu (6/9).
Berikut delapan sentimen yang perlu dicermati:
1. Aksi jual saham teknologi global akibat kekhawatiran valuasi yang terlalu tinggi membuat pasar saham tertekan turun. Indeks Nasdaq telah naik lebih dari 80% sejak posisi terendah Maret 2020, sedangkan indeks S&P 500 dan Dow Jones juga telah naik lebih dari 60 %. Bulan Agustus Indeks Nasdaq naik 9,6% dan merupakan kinerja bulanan terbaik sejak tahun 2000. Sedangkan S&P 500 naik 7,6% dan Dow 7 % selama bulan Agustus. Ini merupakan kinerja 30 tahun terbaik untuk kedua indeks.
"Kami melihat saham teknologi sudah naik terlalu banyak akibat harapan perolehan keuntungan akibat dampak pandemi. Peluang koreksi saham teknologi masih mungkin berlanjut," jelas Hans.
Baca Juga: BEI gelar sesi pre-opening mulai besok (7/9), jam perdagangan tak berubah
2. Data pekerjaan dari non-farm payrolls AS menunjukkan perbaikan. Data dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan tingkat pengangguran bulan Agustus membaik menjadi 8,4% dari 10,2 % pada bulan Juli. Data ini lebih baik dari harapan di angka 9,8% dan membaik dari puncak angka pengangguran di angka 14,7%.
Jumlah klaim pengangguran juga turun di bawah 1 juta tepatnya di 881.000 pada pekan yang berakhir 29 Agustus, lebih baik dari survei yang dilakukan Dow Jones di angka 950.000. Angka ini membaik salah satunya akibat perubahan metode perhitungan. Angka pengangguran membaik tetapi masih sangat tinggi bila dibandingkan bulan Februari 2020 sebelum pandemi terjadi.
3. Belum terlihat kemajuan negosiasi paket stimulus fiskal di Amerika Serikat. Partai Republik dan Demokrat belum menemukan titik temu terkait besarnya paket stimulus fiskal. Perbaikan data tenaga kerja membuat tidak ada dorongan tambahan untuk mempercepat paket stimulus tersebut. Kesepakatan stimulus menjadi lebih sulit karena menjelang pemilihan presiden pada 3 November.
Senat Partai Republik dikabarkan akan mengajukan RUU bantuan Covid-19 pekan depan dengan menawarkan bantuan tambahan federal senilai US$ 500 miliar. Berlarutnya dan tidak ditemukannya kesepakatan paket stimulus fiskal merupakan sentimen negatif di pasar keuangan tetapi sudah di price in oleh pasar. Bila terjadi kesepakatan paket stimulus akan menjadi sentimen positif untuk mendorong pasar keuangan.
Baca Juga: Melorot 2% di pekan ini, bagaimana pergerakan IHSG pada pekan depan?
4. Alat tes untuk mendiagnosis virus Covid-19 yang terlalu sensitif membuat perkiraan berlebih pada jumlah penderita. Orang yang terkena dan sudah sembuh ketika dilakukan tes menunjukkan hasil tes tetap positif akibat adanya virus biarpun dalam jumlah kecil. Pengetesan hanya menghasilkan ada atau tidak ada virus corona baru, dan tidak menunjukkan sejak kapan.
Ini yang menyebabkan di beberapa negara jumlah kasus baru meningkat tetapi jumlah yang di rawat di rumah sakit tetap stabil. Sampai saat ini belum ada metode yang benar-benar akurat mendeteksi covid 19 secara akurat. Ini akan mempengaruhi orang di karantina dan pelacakan kontak. Sampai saat ini penelitian belum mengetahui berapa lama penularan dapat terjadi setelah seorang pasien sembuh. Ini membuat ketidakpastian akibat covid 19 masih terus terjadi.
5. Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell dan beberapa pejabat Fed selama seminggu terakhir menegaskan suku bunga akan tetap rendah dalam waktu beberapa tahun akibat pandemi covid-19. Perekonomian membutuhkan suku bunga rendah untuk mendukung aktivitas ekonomi untuk waktu yang panjang.
Rata-rata inflasi membuat peluang kenaikan bunga lebih lambat terjadi. Dan The Fed juga tidak akan menaikkan bunga biarpun terjadi perbaikan angka pengangguran dan mencapai target yang diinginkan.
6. Angka Purchasing Managers Index (PMI) beberapa negara menunjukkan perbaikan. Pada bulan Agustus data PMI Zona Eropa menunjukkan aktivitas ekonomi bergerak lebih baik dari ekspektasi di angka 51,9 lebih baik dari perkiraan 51,6.
Angka di atas 50 menunjukkan ekonomi ekspansi, namun angka ini lebih rendah dari bulan Juli di 54,9 ketika ekonomi masih berjuang menghadapi gangguan pandemi Covid-19. Purchasing Managing Indeks (PMI) sektor jasa China di bulan Agustus menunjukkan angka 54 turun sedikit dibandingkan 54,1 point pada Juli. Terlihat terjadi perlambatan pemulihan ekonomi.
Baca Juga: 9 Perusahaan akan melantai di BEI mulai besok
7. Data Covid-19 di Indonesia masih terus naik baik dari total cases, daily new cases, active cases. Untuk data total deaths dan daily deaths juga tetap naik. Masih naiknya kasus potensi tekanan pada perekonomian. Tetapi naiknya jumlah recovered menjadi sentimen positif penyeimbang. Terlihat terjadi perlambatan ekonomi di Agustus 2020 di tandai dengan deflasi sebesar 0,05%.
Angka inflasi secara year to date menjadi 0,93% dan inflasi tahunan atau year on year menjadi 1,32%. Pandemi Covid-19 telah memukul daya beli masyarakat sehingga demand atau permintaan barang dan jasa turun. Hal ini berdampak pada peluang konsumsi masyarakat turun sehingga berpeluang membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga akan kembali negatif. Bila belanja pemerintah efektif diharapkan mampu membawa ekonomi keluar dari resesi pada kuartal keempat. Belanja fiskal menjadi satu-satunya harapan pemulihan ekonomi saat ini.
Baca Juga: KMDS, BBSI, dan SCNP akan mencatatkan saham di BEI pada Senin (7/9)
8. Kabar amandemen Undang-undang tentang Bank Indonesia menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan. Bank Indonesia terancam tidak independen karena akan berada di bawah Dewan Moneter yang dikepalai menteri keuangan. Menteri keuangan dikabarkan akan mempengaruhi kebijakan moneter yang selama ini digawangi Bank Indonesia.
Mekanisme burden sharing antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan diperpanjang hingga tahun 2022. Bank Indonesia yang selama ini lebih fokus pada stabilitas ekonomi dengan menjaga inflasi mendapatkan tugas tambahan untuk mendukung penciptaan lapangan kerja. Belum lagi rumor pengawasan sektor keuangan tidak akan terintegrasi lagi menambah ketidakpastian pasar. Memang kabar ini belum dapat dipastikan. Tetapi hal tersebut menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan dan membuat pelaku pasar menjadi berhati-hati.
Selanjutnya: Merosot 2% dalam sepekan, ini proyeksi analis terhadap pergerakan IHSG pekan depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News