Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten pertambangan bangkit dan memimpin reli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sejak awal tahun hingga kemarin (ytd), indeks pertambangan di Bursa Efek Indonesia sudah menanjak 24,25%. Angka ini melampaui pertumbuhan IHSG sebesar 3,82% dan delapan sektor lainnya yang rata-rata tumbuh 3,71%.
Kebangkitan sektor pertambangan ikut mengerek valuasi sahamnya di pasar. Lantas, apakah saat ini harga saham pertambangan sudah mahal?
Vice President Research & Analyst Valbury Sekuritas Indonesia Nico Omer Jonckheere menyatakan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menjual saham tambang. Sebab, banyak saham tambang sudah naik tinggi. Dia mencontohkan saham INDY yang sudah naik 15 kali lipat. "Koreksi yang wajar saja, setelah naik signifikan," ungkap Nico kepada KONTAN, Kamis (1/2).
Dia berkaca dari kenaikan harga minyak mentah. Saat ini, harga minyak di level resistance US$ 66 per barel. Ada potensi koreksi dan kembali ke level support US$ 42,5 per barel. Hal ini bisa mempengaruhi harga komoditas dan saham emiten tambang. "Jadi hati-hati," lanjut Nico.
Dia memprediksi akan ada koreksi harga dalam beberapa minggu ke depan. Sejatinya, koreksi ini bisa menjadi momentum untuk mulai membeli saham tambang. Ke depan, Nico memprediksi dollar AS akan anjlok dan bisa menguntungkan harga komoditas.
Analis Kresna Sekuritas William Mamudi menyatakan arah bullish saham pertambangan sudah tampak sejak 2016. Tahun ini, saham pertambangan masih berpotensi sebagai penggerak IHSG. "Di semester I-2018 masih cenderung positif," imbuh dia.
Pada tahun lalu, saham perbankan menjadi penggerak pasar. Saat ini, terjadi keseimbangan. Dia menilai, ada kecenderungan pasar beralih dari perbankan. "Bisa jadi ke saham yang lebih spekulatif seperti komoditas," ungkap William.
Sejatinya, valuasi saham pertambangan belum tinggi dan masih bisa melanjutkan kenaikan. Siklus pertumbuhan saham emiten tambang cukup panjang, bisa lebih dari lima tahun.
Analis Teknikal Senior Trimegah Securities Rovandi, menyatakan dalam jangka panjang sektor batubara masih bullish. Secara sektoral, dia masih merekomendasikan buy saham sektor batubara.
Menurut dia, PTBA masih bisa menguat. UNTR juga dipertimbangkan karena menunjang kegiatan pertambangan. Namun, dia agak khawatir terhadap BUMI. "Untuk beberapa saham, saya lihat sudah overvalued," imbuh Rovandi.
Nico juga memberi rekomendasi speculative buy untuk BUMI. Saham batubara lain yang menarik dicermati antara lain ITMG dan ADRO.
Sedang menurut William, semua saham batubara menarik untuk dicermati. Terutama saham indeks LQ45, seperti PTBA, ADRO dan UNTR.
Di sisi lain, sektor batubara juga masih menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya, ada kabar PT PLN keberatan terhadap harga batubara saat ini. Sebab, hal itu mempengaruhi biaya produksi listrik. PLN berharap presiden menurunkan harga batubara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Isu DMO harga batubara bisa menekan emiten batubara. Bila ini terjadi, maka akan berpengaruh dalam jangka pendek. Hal ini juga bisa dijadikan kesempatan untuk profit taking. "Peluang reli saham batubara masih ada. Tahun ini masih permulaan recovery," ungkap William.
Sedangkan Rovandi menyatakan, pengaturan harga batubara oleh pemerintah tidak berpengaruh banyak. Biasanya harga jual beli batubara sudah diatur dalam kontrak. Harga tetap ditentukan secara internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News