kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Daya tahan investor terus digedor-gedor


Jumat, 04 Mei 2018 / 13:31 WIB
Daya tahan investor terus digedor-gedor
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Dede Suprayitno, Dian Sari Pertiwi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar finansial domestik masih dikepung sentimen negatif. Investor mengirim sinyal waspada: credit default swap (CDS) Indonesia merangkak naik.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (3/5), nilai CDS Indonesia tenor 5 tahun naik ke level 109,29. Adapun CDS Indonesia tenor 10 tahun menembus 180,85.

Kedua angka CDS itu merupakan yang tertinggi sejak sembilan bulan terakhir. Kenaikan premi risiko tersebut mencerminkan investor kembali mencemaskan prospek pasar finansial Indonesia.

Analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar, mengatakan, salah satu pemantik kecemasan tersebut adalah defisit neraca perdagangan Indonesia dan kenaikan imbal hasil US Treasury. "Jika mau menarik lagi arus modal asing ke Indonesia, imbal hasil obligasi di Indonesia harus naik. Jika tidak naik, mata uang bisa dilemahkan," ujar dia kepada Kontan.co.id, kemarin.

Bank Indonesia masih enggan menaikkan suku bunga acuan, yang saat ini sebesar 4,25%. Tak heran jika rupiah semakin tertekan. Kemarin, rupiah di level 13.954 per dollar AS, menyusut hampir 3% sejak awal tahun ini.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail menyebut, tekanan sentimen negatif rupiah cukup besar. "Ada ketakutan rupiah melemah lagi karena harga minyak yang tinggi, sementara harga CPO dan batubara belum terlihat naik," ujar dia. Dus, pasar berasumsi neraca dagang Indonesia bakal kembali defisit di kuartal ketiga dan keempat tahun ini. 

Pasar saham domestik juga mengekor kejatuhan rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 7,82% menjadi 5.858,73. Bahkan, kapitalisasi pasar emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menguap Rp 464,12 triliun menjadi Rp 6.531 triliun.

Di bursa saham Indonesia, dana asing sudah keluar sebesar Rp 34 triliun. Demikian pula di pasar obligasi. Asing cenderung mengurangi kepemilikannya (lihat infografik). Apalagi, Juni nanti The Fed berencana kembali mengerek suku bunga acuan mereka. "Investor asing hanya mengkhawatirkan pergerakan valas dan imbal hasil dalam negeri," terang Anil.

Selain itu, investor asing juga keluar dari pasar sebagai dampak rebalancing portofolio. Hal ini terlihat dari komposisi saham dalam beberapa indeks internasional yang menjadikan bursa saham Indonesia sebagai aset dasar. Salah satunya indeks iShare MSCI Indonesia ETF (EIDO).

Bobot sejumlah saham tampak mengalami perubahan dalam indeks tersebut. Ambil contoh, bobot PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) turun dari 2,32% di akhir tahun 2016 menjadi 1,47% per 27 April lalu. Jason Nasrial, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas, menyebut, wajar asing melakukan profit taking pada sejumlah saham, lantaran IHSG sudah naik dalam 10 tahun terakhir.

Kepala Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menyebut pelaku pasar saat ini menanti rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Tahun kemarin, data pertumbuhan ekonomi dirilis di minggu pertama bulan Mei, tahun ini belum keluar," kata dia.

IHSG berpotensi melemah lebih dalam jika pertumbuhan ekonomi Indonesia tak memuaskan dan pergerakan rupiah menembus Rp 14.000 per dollar AS. "Sejauh ini, titik support terendah IHSG berada di 5.700 hingga akhir Mei," ujar Alfred.

Di saat seperti ini, peran investor lokal bisa menyelamatkan kondisi pasar domestik dari terpaan sentimen global. Soalnya, untuk menutupi defisit neraca perdagangan, Indonesia membutuhkan banyak dana untuk membiayai pengeluaran APBN. "Maka harus ada yang bayar, sebenarnya investor lokal yang seharusnya membeli obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah," kata Anil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×