Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Efek penurunan daya beli masyarakat, sangat terasa pada sektor retail. Diantaranya seperti volume penjualan barang yang menurun. Hal ini membuat peritel harus memutar otak agar bisnisnya bisa bertahan dari kerugian.
Potensi kerugian bukan hanya berasal dari penurunan daya beli. Namun, juga datang dari ketatnya persaingan dengan kompetitor. Sebutlah diantaranya pemain retail online. Pemain asing yang membidik pasar Indonesia juga menjadi ancaman yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Momentum lebaran yang biasanya menjadi berkah bagi peritel, rupanya tak cukup berotot. Pasalnya, momentum tersebut berdekatan dengan tahun ajaran baru. Alhasil, peritel kehilangan satu momentum penting dalam tahunan.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat, penjualan ritel domestik untuk seluruh format selama periode Lebaran lalu cuma naik 5%-6% dibandingkan bulan biasa. Padahal kenaikan di tahun lalu bisa mencapai 16,3%. Hasil ini membuat kontribusi pendapatan dari periode Lebaran cuma 20% sampai 30% saja dari total omzet ritel domestik.
Bahkan berhembus kabar, akan adanya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawai yang bekerja di industri retail. Isu tak sedap tersebut lantas tak sepenuhnya diamini oleh seluruh pemain ritel. Beberapa pemain menyatakan, keputusan tersebut berkorelasi dengan kondisi dan strategi perusahaan.
Manajemen PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) menyatakan terus mengembangkan usaha dengan ekspansi seiring dengan pertumbuhan prospek perekonomian dan ritel nasional. MPPA menyatakan pada beberapa gerai, ada yang memberikan kontribusi positif, ada pula yang tidak memberikan kontribusi positif. Pada akhirnya bisa berujung pada penutupan gerai. "Dalam hal ini, merupakan sebuah proses normal perusahaan dalam menjalankan tingkat usahanya," kata Danny Kojongian Sekretaris Perusahaan MPPA dalam keterbukaan informasi BEI beberapa waktu lalu.
Christine Natasya analis Mirae Asset Sekuritas menyatakan, persaingan yang ketat ini juga dipengaruhi oleh adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Khususnya dalam hal berbelanja ritel. "Sudah ada minimarket dimana-mana, juga memberikan dampak," kata Christine kepada KONTAN, Rabu (19/7).
Selain jarak yang dekat, membaiknya infrastruktur dan harga yang terjangkau juga berpengaruh. Alhasil, masyarakat juga memilih berbelanja barang kebutuhan pada gerai yang terjangkau. "Perubahan gaya hidup ini sudah sejak 2015," kata dia.
Christine melanjutkan, peritel yang berada di Pulau Jawa masih cukup terbantu dengan adanya daya beli yang lebih tinggi dibandingkan yang berada di luar Jawa. Oleh karena itu, beberapa peritel yang ada di Jawa masih cukup kuat bertahan. "Yang punya banyak cabang di Jawa, akan lebih punya kekuatan," terangnya.
Muhammad Nafan Aji analis Binaartha Parama Sekuritas menyatakan, untuk mengurangi turunnya kinerja perusahaan, program efisiensi harus dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pengurangan jumlah karyawan yang termasuk kategori tidak produktif. "Hal ini akan mengurangi beban administrasi perusahaan sehingga pada akhirnya tetap mampu mencetak laba bersih ke depannya," kata Nafan kepada KONTAN, Rabu (19/7).
Nafan menilai, prospek emiten ritel pada semester II-2017 akan membaik. Apalagi banyak perusahaan ritel yang masih menjalankan ekspansi bisnis dalam rangka meningkatkan kinerja emiten.
Hal ini juga sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil. "Program ekspansi bisnis tersebut diharapkan berjalan dengan lancar mengingat nanti akan memasuki liburan natal dan Tahun Baru," lanjutnya.
Sementara itu, terkait dengan kinerja emiten ritel, saham MPPA bisa dikoleksi dalam jangka pendek bila dilihat dari perspektif teknikal. Secara harian, MPPA terdapat pola bullish inverted hammer yang mengindikasikan adanya potensi stimulus beli. "Trading buy, dengan target harga jangka pendek di level 685 dan support di 580," kata dia.
Untuk jangka panjang, Nafan mencermati kinerja emiten LPPF dan ACES. Pasalnya emiten ini masih cukup aman dari sisi price earning ratio (PER). LPPF memiliki PER 38,38 kali, dan ACES memiliki PER 32,05 kali.
Sisi teknikal kedua emiten ini cukup mendukung. LPPF memiliki tren dengan potensi membentuk formasi rounding bottom. Dia merekomendasikan buy dengan target harga jangka panjang Rp 17.700.
ACES telah membentuk formasi bullish channel sehingga potensi upside masih berlanjut. Dia merekomendasikan overweight dengan target harga di level Rp 1.240 dengan rasio fibonacci 161,8%. "Hanya MPPA yang bisa buy short term, karena ada tren falling wedge," kata Nafan.
Sementara itu, Christine menilai kedepannya, stabilitas nilai rupiah dan harga komoditas yang wajar, akan mempengaruhi kinerja emiten ritel. Dia merekomendasikan buy ACES dengan target harga Rp 1.240, sell MPPA dengan target harga Rp 825, dan hold LPPF dengan target harga Rp 12.800.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News