kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Batubara punya kans menembus US$ 100


Rabu, 06 September 2017 / 18:04 WIB
Batubara punya kans menembus US$ 100


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - Komoditas batubara diperkirakan mampu mempertahankan penguatan hingga akhir tahun ini. Pembatasan produksi di China diyakini bisa menggiring batubara menembus leval US$ 100 per metrik ton.

Analis PT Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, sejauh ini, China masih menjadi pengendali harga batubara. Pengurangan hari operasional untuk perusahaan pertambangan dari 330 menjadi 276 dianggap cukup berpengaruh mengurangi pasokan dari negeri Tirai Bambu tersebut.

“Kekurangan batubara dalam negeri telah memaksa produsen listrik beralih ke pasar internasional,” paparnya, Rabu (6/9). Sebagai produsen batubara utama dunia, kekurangan pasokan di China memberi pengaruh signifikan bagi ketersediaan batubara global.

Wahyu memperkirakan, harga batubara akan tetap bertahan dalam tren bullish untuk jangka panjang. Sampai akhir 2017, area support masih pada level US$ 70 per metrik ton dan area resistance di level US$ 100 per metrik ton.

“Hanya saja kalau sudah mendekati US$ 100 per metrik ton, harga batubara rawan koreksi,” imbuhnya.

Prediksi yang sama diungkapkan analis PT Asia Tradepoints Futures, Deddy Yusuf Siregar. Menurutnya, kalau faktor permintaan dan pasokan masih terhambat di penghujung tahun, batubara bisa menyentuh level US$ 100 per metrik ton. Ia menebak rentang pergerakannya akan berada pada kisaran US$ 95-US$ 100 per metrik ton.

Dari Indonesia saja, sinyal peningkatan permintaan datang dari program pembangkit listrik 35.000 megawatt. Demi mewujudkannya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bahkan telah berniat mengakuisisi tambang batubara. Sampai 2035, harga batubara diprediksi menjadi campuran terbesar untuk pembangkit listrik.

“Kalaupun terjadi koreksi, hanya teknikal karena harganya sudah terlalu tinggi,” imbuh Deddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×