Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) pada awal tahun ini sepertinya sudah bisa menghirup udara segar. Dua komoditas ANTM yakni emas dan nikel lebih berkilai karena harganya memasuki tren positif.
Sebagai gambaran, harga emas global stabil pada bulan ini sampai sekarang dengan rentang harga berada di kisaran US$ 1.281-US$ 1.294 per ons troy. Sementara harga nikel menguat 1,1% di rentang US$ 11.110 hingga US$ 11.820 per ton pada periode yang sama.
Analis BCA Sekuritas, Aditya Eka Prakasa dalam risetnya 8 Januari 2018 mencatat penjualan emas lokal ANTM telah mencapai 22 ton pada November 2018 yakni sekitar 60% dari total penjualan. Sisanya penjualan ekspansi ke pasar internasional seperti Malaysia, Uni Emirat Arab (UEA), dan beberapa negara Afrika.
Ia pun memprediksi penjualan emas ANTM tumbuh 4,3% pada tahun 2019.
Kilang emas ANTM di Indonesia memiliki kapasitas 75 ton, pemanfaatan saat ini hanya mencapai 54% yakni sekitar 40 ton. Untuk lebih meningkatkan produksi emas serta merangsang penjualan domestik, mulai 2019 ANTM akan membuka peluang bagi toko perhiasan lokal di Jakarta dan Surabaya untuk penjualan perhiasan emas kustom mereka.
Untuk nikel ANTM pertumbuhan pada tahun ini dirangsang dengan adanya smelter feronikel mereka di Halmahera Timur. Proyek ini disinyalir dapat diselesaikan awal tahun dan dapat beroperasi secara komersil pada kuartal 3 2019.
Nantinya kapasitas pabrik mencapai 13,5 ribu ton per tahun. Yang mana dapat meningkatkan produksi feronikel sekitar 13% atau menjadi 27 ribu ton pada 2019 dibanding tahun lalu.
“Kami merekomendasikan beli ANTM, mengingat harga emas naik karena kekhawatiran ekonomi global yang melambat,” tulis dia dalam risetnya 8 Januari. Ia memprediksi pendapatan ANTM sampai dengan akhir tahun ini mencapai Rp 25,99 triliun. Angka ini naik 3,9% dari total prediksi pendapatan akhir tahun lalu sekitar Rp 25 triliun.
Sementara untuk laba bersih ANTM, diramal akan menyentuh angka Rp1,1 triliun. Di mana prediksi laba pada akhir tahun lalu mencapai Rp 803 miliar.
Namun, sayangnya prediksi tersebut tidak setinggi pencaian pediode tahun sebelumnya di mana mencapai pertumbuhan pendapatan sebesar 97% dari total pendapatan 2017 sebesar Rp 12,645 triliun.
Begitu pula dengan laba bersih yang tumbuh lebih dari lima kali lipat laba bersih 2017 sekitar Rp 136 miliar. Dengan begitu Aditya menyesuaikan target price (TP) di level Rp 1.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News