Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tren kenaikan yield surat utang negara (SUN) dalam beberapa pekan terakhir memicu sepinya permintaan pada lelang surat berharga syariah negara (SBSN) alias sukuk pada Selasa (6/5). Maklum, risiko pasar ikut terkerek, seiring dengan kenaikan yield.
Dalam lelang, kemarin, permintaan yang masuk hanya Rp 2,83 triliun. Dari empat seri sukuk yang ditawarkan, pemerintah hanya memenangkan tiga seri senilai Rp 935 miliar. Nilai tersebut di bawah target indikatif pemerintah, yaitu senilai Rp 1,5 triliun.
Seri bertenor pendek SPN-S 07112014 (new issuance) bertenor enam bulan menjadi favorit investor. Total permintaan yang masuk Rp 1,9 triliun dengan yield terendah 6% dan tertinggi 7%. Pemerintah kemudian menyerap Rp 280 miliar dengan yield rata-rata tertimbang 6,025%.
Adapun, seri PBS006 (reopening) mendapat permintaan Rp 126 miliar, dengan yield terendah 8,18% dan tertinggi 8,62%. Tapi, pemerintah tidak memenangkan permintaan yang masuk untuk seri ini.
Analis Millenium Danatama Asset Management, Desmon Silitonga menilai, tren kenaikan yield di pasar sekunder memicu investor meminta yield tinggi dalam lelang sukuk negara. "Peserta lelang minta spread 200-300 basis poin dari yield seri yang sama di pasar sekunder," tuturnya.
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menunjukkan, kemarin, yield seluruh seri benchmark obligasi pemerintah naik 0,006% ketimbang perdagangan hari sebelumnya menjadi 8,08%.
Menurut Desmon, tingginya permintaan yield menyebabkan pemerintah tidak menyerap sesuai target Rp 1,5 triliun. "Realisasi penerbitan SUN sudah 55,5% dari target APBN. Jadi, pemerintah tidak terlalu agresif menyerap," ujarnya.
Di sisi lain, risiko sukuk pemerintah lebih besar karena kurang likuid di pasar sekunder. Jadi, investor menghindari tenor panjang dan menumpuk permintaan seri pendek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News