Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mematok yield surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun sebesar 7,1% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Target tersebut lebih tinggi dari poisisi Rabu (21/8) di 6,7% dan target APBN 2024 yang juga 6,7%.
Head of Economic Research Division Pefindo Suhindarto menilai, target yield tersebut lebih dipengaruhi oleh prediksi bahwa pemerintah akan melakukan penerbitan surat utang yang cukup tinggi di tahun depan.
Berdasarkan postur RAPBN 2025, pemerintah menargetkan tahun depan akan terjadi defisit Rp 616,2 triliun. Selain itu, di tahun 2025 mendatang juga terdapat sekitar Rp 722,5 triliun surat utang pemerintah yang akan jatuh tempo.
Jika dijumlahkan, maka setidaknya pemerintah perlu untuk menggalang pembiayaan sekitar Rp 1.338,7 triliun untuk refinancing surat utang yang jatuh tempo maupun membiayai defisit anggaran baru.
Baca Juga: Lelang SUN Rabu (20/8) Pecah Rekor, Jumlah Incoming Bids Mencapai Rp 104,07 Triliun
"Meningkatnya penerbitan surat utang di tahun depan dan persaingan untuk mendapatkan dana dari pasar akan mendorong yield meningkat untuk memikat sisi permintaan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (22/8).
Apalagi kata Suhindarto, di tahun 2025 tidak hanya Indonesia saja yang membutuhkan pendanaan besar untuk melakukan refinancing surat utangnya. Hampir seluruh negara juga mengalami hal yang sama.
Ini mengingat saat periode pandemi Covid-19 yang lalu, banyak negara yang mengalami defisit anggaran yang melebar dan membiayainya dengan surat utang. Surat utang yang diterbitkan tersebut, yang bertenor 5 tahun, seluruhnya akan mengalami jatuh tempo di tahun 2025.
"Oleh karena itu, persaingan berbagai negara untuk bisa mendapatkan aliran dana masuk di tahun depan, kami perkirakan akan begitu sengit," papar dia.
Baca Juga: Mengerek Utang untuk Menambal Defisit Anggaran
Dus, untuk memaksimalkan penyerapan di pasar, maka perlu investor asing untuk masuk dan menanamkan modalnya pada instrumen SBN Indonesia dengan menawarkan imbal hasil yang masih terbilang menarik.
Di sisi lain, ia menilai korporasi akan terbebani jika yield SBN 10 tahun mencapai 7,1% di 2025. Sebab, kupon surat utang korporasi biasanya akan memakai surat utang pemerintah sebagai benchmark.
"Maka jika yield dari SBN masih tetap dipatok tinggi, maka biaya dana bagi korporasi juga akan mengikuti," sebutnya.
Namun, Suhindarto berpandangan bahwa hal tersebut tidak akan serta-merta menurunkan minat korporasi untuk menerbitkan surat utang di tahun 2025. Menurut dia, masih terdapat faktor lain yang kemudian mempengaruhi keputusan penerbitan surat utang bagi korporasi, seperti nilai surat utang yang akan jatuh tempo dan kebutuhan pembiayaan untuk ekspansi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News