kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wall Street merosot, obligasi pemerintah terpukul karena efek stimulus yang memudar


Rabu, 18 Maret 2020 / 21:43 WIB
Wall Street merosot, obligasi pemerintah terpukul karena efek stimulus yang memudar


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wall Street kembali merosot tajam pada Rabu (18/3) di tengah upaya stimulus pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menahan goncangan ekonomi akibat virus corona.

Dow Jones Industrial Average turun 1.048,69 poin atau hampir 5% pada pembukaan menjadi 20.188,69. Sementara S&P 500 turun 92,69 poin, atau 3,7% pada 2.436,50. Nasdaq Composite turun 432,47 poin atau hampir 6%.

Penurunan Wall Street ini menyusul ambruknya bursa Eropa. Indeks saham di London, Frankfurt, dan Paris tumbang sekitar 5%. Bursa saham Milan turun sekitar 2% dan Indeks saham global MSCI turun hampir 4%.

Baca Juga: Para pengusaha meminta tambahan stimulus untuk mengahadapi dampak corona

Tekanan pendanaan dolar AS tetap ada meski sudah melonggar sejak stimulus Federal Reserve untuk pasar surat berharga dan pembelian kembali surat berharga pada Selasa. Bahkan aset safe-haven yang biasa, seperti emas, terseret turun karena investor berusaha melepaskan aset dan memilih memegang uang tunai. Ditambah lagi, harga minyak merosot ke level terendah dalam 18 tahun. Harga minyak acuan kini bergerak di bawah US$ 30 per barel.

Pasar obligasi mulai tertekan karena likuiditas mulai langka. Pasar kredit Italia menghadapi aksi jual di tengah kenaikan biaya pinjaman. Penurunan pasar kredit ini bisa cepat menyebar ke Spanyol, Portugis dan Yunani. Yield obligasi Jerman bertenor 10 tahun yang dianggap safe haven mencapai level tertinggi dalam dua bulan terakhir pada posisi -0,2%.

Di Eropa, spekulasi tumbuh seputar penerbitan obligasi virus corona Zona Euro bersama atau dana jaminan Eropa untuk membantu negara-negara anggota membiayai kebijakan ekonomi dan kesehatan yang mendesak.

"Situasi likuiditas mengerikan. Apa yang kita lihat jika likuiditas benar-benar mengering ketika penjualan dimulai dan tidak ada yang mau mengambil sisi lain," Salman Ahmed, ahli strategi investasi di Lombard Odier kepada Reuters.

"Di era sebelum krisis, bank akan turun tangan dan menahan goncangan. Sekarang tidak ada bank, hanya reksadana yang mengalami kekurangan dana," imbuh dia.

Baca Juga: IHSG menguji support baru pada perdagangan esok

Yield US Treasury 10-tahun menyentuh level tertinggi tiga minggu di 1,2260% setelah Federal Reserve meredakan beberapa kegelisahan pasar. "Kita benar-benar berada di tengah-tengah kekacauan, dan saya pikir masih ada risiko bahwa meningkatnya jumlah infeksi akan membuat pasar tidak nyaman," kata Hans Peterson, kepala alokasi aset global SEB.

"Sulit untuk mengetahui seberapa dalam resesi akan terjadi, dan selama kita memiliki situasi itu sulit untuk mengangkat sentimen," imbuh Peterson.

Wall Street telah menikmati kegembiraan sesaat pada Selasa (17/3) setelah pembuat kebijakan menyusun paket untuk melawan dampak virus. Pemerintahan Trump mengumumkan paket stimulus US$ 1 triliun dengan mengirimkan cek US$ 1.000 cek warga AS dalam waktu dua minggu untuk menopang ekonomi yang dilanda virus.

Baca Juga: Turun 43,53% sepanjang 2020, begini kinerja tujuh emiten sektor industri dasar

Inggris meluncurkan paket penyelamatan £ 330 miliar untuk bisnis yang terancam bangkrut. Prancis, yang terkena lockdown pada Selasa, akan memompa € 45 miliar untuk membantu perusahaan dan pekerja.

Namun, perbankan memproyeksikan kontraksi ekonomi yang curam dalam setidaknya kuartal kedua karena pemerintah mengambil langkah-langkah ekstrem untuk memerangi virus, termasuk menutup restoran, menutup sekolah dan meminta orang untuk tinggal di rumah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×