Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks-indeks utama Wall Street dibuka lebih rendah pada hari Senin (18/9), terseret saham-saham produsen chip dan perusahaan pertumbuhan besar lainnya turun.
Sementara para pedagang menunggu jeda kenaikan suku bunga yang diperkirakan akan dilakukan oleh The Fed minggu ini.
Melansir Reuters, Indeks S&P 500 dibuka lebih rendah 5,19 poin atau 0,12% pada 4.445,13 dan Nasdaq Composite turun 38,38 poin, atau 0,28%, menjadi 13.669,96 pada pembukaan.
Sementara, indeks Dow Jones Industrial Average turun 5,95 poin atau 0,02%, pada pembukaan menjadi 34.612,29.
Baca Juga: Wall Street Ditutup Melemah Tajam Seiring Merosotnya Produsen Chip dan Megacaps
Kenaikan imbal hasil US Treasury karena ketidakpastian seputar lintasan suku bunga hingga akhir tahun telah menekan saham-saham pertumbuhan besar termasuk; Microsoft, Meta Platforms dan Alphabet, mendorong mereka turun antara 0,1% dan 0,3% dalam perdagangan premarket.
Saham-saham chip Nvidia Corp, Broadcom, Lam Research, Qualcomm dan Marvel Technology turun antara 0,4% dan 1,9%.
Perancang chip yang berbasis di Inggris, Arm Holdings, yang memulai debutnya dengan gemilang pada hari Kamis, turun 4% setelah Bernstein mulai menutup saham dengan peringkat "underperform"
Kemerosotan pada produsen chip di tengah kekhawatiran atas lemahnya permintaan dan penurunan pada saham-saham berkapitalisasi besar telah mendorong S&P 500, Nasdaq, dan Dow ke penurunan terburuk dalam satu hari pada hari Jumat sejak 24 Agustus, dengan indeks turun antara 0,8% dan 1,5%.
Sejumlah data ekonomi yang lebih baik dari perkiraan baru-baru ini telah meredakan kekhawatiran mengenai potensi resesi, tanpa meningkatkan kekhawatiran akan kenaikan suku bunga di bulan September.
Baca Juga: Kerugian The Fed Tembus US$ 100 Miliar Akibat Kenaikan Biaya Bunga
Namun, lonjakan harga energi mengancam untuk menjaga inflasi tetap tinggi dengan minyak mentah yang menguat pada hari Senin.
"Harga minyak telah masuk ke dalam narasi saat ini dan the Fed akan mempertimbangkan hal ini," kata Peter Andersen, pendiri Andersen Capital Management.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News