Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor asing kembali melakukan aksi jual di pasar obligasi Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Ini terjadi seiring peningkatan volatilitas rupiah.
Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Juli, sebenarnya investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 6,94 triliun. Alhasil, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) per 24 Juli lalu berjumlah Rp 837,11 triliun.
Aksi beli asing sempat mencapai puncaknya pada 19 Juli lalu dengan kepemilikan mencapai Rp 842,08 triliun. Namun, selepas itu, investor asing terus melakukan aksi jual sebesar Rp 4,97 triliun hingga Selasa (24/7) lalu.
Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menjelaskan, rupiah terkena sentimen devaluasi yuan China dan testimoni Jerome Powell terkait optimisme kenaikan suku bunga acuan AS.
Kedua sentimen tadi membuat volatilitas rupiah meningkat. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi investor asing. “Ada potensi kerugian kurs kalau rupiah melemah, jadi investor keluar,” kata Made, Rabu (25/7).
Padahal, persepsi risiko Indonesia tengah dalam tren yang membaik. Terbukti, kemarin, credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun berada di level 109,78.
Angka ini jauh berkurang ketimbang posisi di awal bulan, yang berada di level 140,717. “Secara risiko investasi, Indonesia sudah dipandang baik oleh investor asing. Tapi ketidakstabilan rupiah membuat investor asing masih hati-hati,” terang Made.
Yield tinggi
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail memprediksi, investor asing kemungkinan masih akan wait and see hingga The Federal Reserve benar-benar menaikkan suku bunga acuan AS pada September nanti.
Selepas itu, investor asing berpotensi masuk kembali ke pasar obligasi Indonesia. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan AS akan memicu kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN). “Kalau yield SUN sudah kembali tinggi, itu akan jadi daya tarik buat investor asing,” ucap Ahmad.
Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga menambahkan, dalam jangka pendek investor asing memang cenderung berhati-hati. Kalaupun kembali terjadi aksi beli, hal tersebut tidak berlangsung secara berkala.
Apalagi, untuk membuat investor betah di pasar obligasi, sisi fundamental rupiah mesti kuat. Salah satu caranya dengan memastikan bahwa neraca perdagangan tetap surplus di tiap bulannya.
Memang, hal itu belum cukup jika di saat yang sama tekanan eksternal begitu kuat. Misal bila perang dagang kembali memanas. “Kalau sentimen tersebut menguat, ujung-ujungnya investor asing cenderung menghindari emerging market,” ungkap Desmon.
Dia juga menilai, keputusan BI mereaktivasi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak lantas mampu menarik dana dari investor asing. Ini bisa terjadi jika BI dan pemerintah kurang solid dalam berkoordinasi menyesuaikan jadwal lelang SBI dan SBN.
Sementara menurut Made, SBI pada dasarnya lebih bertujuan menstabilkan rupiah dan memperbanyak pilihan instrumen. Namun, tak lantas efektif untuk menambah porsi dana asing.
Pasalnya, SBI menerapkan holding period yang membuat investor tidak bisa langsung memperdagangkan kembali instrumen tersebut. Ini berbeda dengan SUN, yang bisa dibeli dan dijual kembali di hari yang sama.
“Kalau dari segi likuiditas, SUN kemungkinan masih lebih diminati oleh investor asing,” imbuh Desmon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News